Jumat, 25 Maret 2011

SENSASI ZINA

SENSASI ZINA
TEROR DAHSYAT DALAM DIRI MANUSIA
Pengertian Zina
Zina menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah Persetubuhan yang dilakukan oleh bukan suami istri, menurut Kamus Islam zina artinya hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan di luar perkawinan, tindakan pelacuran atau melacur. Sementara menurut Ensiklopedia Alkitab Masa Kini zina artinya hubungan seksual yang tidak diakui oleh masyarakat.
Zina merupakan perbuatan amoral, munkar dan berakibat sangat buruk bagi pelaku dan masyarakat, sehingga Allah mengingatkan agar hambanya terhindar dari perzinaan.
Allah Swt berfirman :
         
Artinya :Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji ( fahisyah ) dan suatu jalan yang jelek.” ( QS. Al Isra’, 32 )

Banyak pendapat para ulama yang mengkategorikan dosa zina ini merupakan dosa besar bahkan lebih besar dari dosa pembunuhan. Dampak negatif zina tidak hanya bersentuhan dengan pelakunya, melainkan akan menjalar pada keturunan dan juga sosial masyarakat.
Syaikh Abdurrahman Nashir as Sa’di dalam tafsirnya Kalam al Mannan berkata : “ Larangan Allah mendekati zina itu lebih tegas daripada melarang melakukan perbuatannya, karena berarti Allah melarang semua hal yang menjurus pada perzinaan dan faktor-faktor yang mendorong kepadanya”.
Siapapun yang berbicara dengan semangat kehambaan (‘Abd) dan ketundukan terhadap Allah Swt. maka bisa dipastikan ia akan mengamini keharaman hal-hal yang menghantarkannya kepada perzinaan, terlebih perbuatan zina itu sendiri.

Al Imam Ahmad berkata : “Aku tidak mengetahui sebuah dosa – setelah dosa membunuh jiwa yang lebih besar dari dosa zina.” Dan Allah menegaskan pengharamannya dalam firmanNya:

     •    •                                         
Artinya :
68. dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),
69. (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina,
70. kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang . (QS. Al Furqan: 68-70)

Dalam ayat tersebut, Allah Swt. menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh jiwa, dan vonis hukumannya adalah kekal dalam azab yang berat yang dilipat gandakan, selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan cara bertaubat, beriman dan beramal shaleh.

Seks dan Zina
Aktivitas seks, yang melibatkan kenikmatan saraf-saraf di tubuh manusia dan acapkali terlampau terpaku pada organ tubuh yang dipahami sebagai alat kelamin merupakan kudrat atau fitrah yang menempel pada manusia . Kehadirnya tidak perlu ditutup-tutupi, namun tidak juga dibuka pada sembarang tempat . Hadirnya butuh dipelajari dan difahami secara proporsional dan tetap merujuk pada sumber otoritatif Islam, al Qur’an dan Hadis.
Seks hadir dengan kekuatan yang luar biasa pada diri manusia, ia bagai magnet yang mampu menarik benda-benda lain, menempel kemudian melekat dan susah untuk melepaskan diri darinya. Ia patut diwaspadai, difahami, dan dimengerti untuk kemudian dikelola secara syar’i, sehingga mampu menghsilkan output yang sesuai dengan salah satu tujuan Tuhan menciptakan seks itu sendiri. Dalam Maqashid al Tasyri’ ( Beberapa tujuan inti syari’at), disana ada istilah yang dikenal dengan hifdzu al nasl ( melestarikan keturunan). Disinilah urgensi seks berperan, ia hadir untuk menjadi media melestarikan keturunan secara natural. Ia juga – ketika dilakukan dengan legal syar’i- dapat menenangkan jiwa yang sebelumnya bergejolak bahkan bergemuruh. Dalam kaitannya dengan Maqashid al Tasyri’ seks merupakan hal yang urgen bahkan adanya harus ada.

Disisi lain seks bagaikan pisau bermata dua yang kalau menggunakannya tanpa perangkat ilmu dan teknik, maka ia akan menjerembabkan pelakunya pada jurang kenistaan bahkan kebinasaan(baca: perzinaan). Dari sini Islam memberikan rambu-rambu supaya manusia terselamatkan dari tipu daya yang dahsyat itu. Islam mengecam keras tentang zina bahkan mendekati saja sudah dilarang, al Qur’an turun berkomentar untuk melegitimasi dilarangnya perbuatan zina ini.
Allah berfirman dalam surat al furqan ayat 68 :

     •    •              

Arinya : Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya) (QS. Al Furqan:68)

Allah juga memuji bahkan memberikan angin surgawai kepada mereka yang berhasil mengendalikan diri dari hembusan dahsyat kekuatan seks ini. Al Qur’an melalui surat Al Mu’minun menginformasikan ayat-ayat sebagai berikut :
            •   

Artinya : (Sungguh bahagia orang-orang yang beriman...... )(Mereka yaitu..) orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.( QS.al Mu’minun : 5-6)

Jalan Menuju Zina
Ada bgitu banyak jalan-jalan yang bisa menghantarkan manusia terjrumus dalam lembah nista perzinaan, berbagai cendikiawan muslim mencoba mengulas hal-hal tersebut, lengkap dengan hujjah-hujjah mereka. Berikut beberapa jalan yang bisa menghataran manusia pada perzinaan :

1- Al Nadzrat ( Pandangan)
Yang satu ini bisa dikatakan sebagai ‘provokator’ syahwat, atau ‘utusan’ syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. Maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan. Al Qur’an menginformasikan terkait dengan pandangan ini :

            •     
Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".( Qs. An Nur:30)

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasulullah Saw. untuk memerintahkan orang orang mu’min agar menjaga pandangan dan kemaluan mereka, juga diberitahukan kepada mereka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu menyaksikan amal perbuatan mereka.



“Dia mengetahui ( pandangan ) mata yang khianatdan apa yang disembunyikan oleh hati.” ( QS. Ghafir: 19 ).

Rasulullah Saw. bersabda:

ﻯﺮﺧﻷﺍ ﻚﻟ ﺖﺴﻴﻟﻭ ﱃﻭﻷﺍ ﻚﻟ ﺎﳕﺈﻓ ،ﺓﺮﻈﻨﻟﺍ ﺓﺮﻈﻨﻟﺍ ﻊﺒﺘﺗ ﻻ
.

“Janganlah kamu ikuti pendangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.” ( HR. At Turmudzi, hadits hasan ghorib ).

Beliau juga bersabda :

ﻢﻜﺟﻭﺮﻓ ﺍﻮﻈﻔﺣﺍﻭ ﻢﻛﺭﺎﺼﺑﺃ ﺍﻮﻀﻏ


“Palingkanlah pandangan kalian, dan jagalah kemaluan kalian.” (HR. At Thobrani dalam Al mu’jam al kabir ).

Pandangan yang dilepaskan begitu saja itu akan menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati yang terasa dipanas panasi. Seseorang bisa saja melihat sesuatu, yang sebenarnya dia tidak mampu untuk melihatnya secara keseluruhan, karena dia tidak sabar untuk melihatnya .

2- Al Khothorot ( pikiran yang melintas di benak )
Adapun “Al Khothorot” ( pikiran yang terlintas dibenak ) maka urusannya lebihsulit. Di- sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan(untuk melakukan sesuatu ) yangakhirnyaberubahmanjaditekad yang bulat. Maka barang siapa yang mampu mengendalikan pikiran pikiran yangmelintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri danmenundukkan hawa nafsunya.Dan orang yang tidak bias mengendalikan pikiran pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barang siapa yang menganggap remeh pikiran pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan ia akan terseret pada kebinasaan. Pikiran pikiran itu akan terus melintas di benak dan di dalam hati seseorang, sehingga ahirnya dia akan manjadi angan angan tanpa makna.
.

3 – Al Lafazhat ( ungkapan kata kata ).
Adapun tentang Al Lafazhat (ungkapan kata kata), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata-kata atau ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai dari lidahnya,. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak ? bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara, dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi, apakah ada kata kata yang lebihmenguntungkan lagi dari kata kata tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia nyiakannya. Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka lihatlah ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.

Dalam hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu yang marfu’, Nabi Saw. bersabda :

ﻢﻴﻘﺘﺴﻳ ﱴﺣ ﻪﺒﻠﻗ ﻢﻴﻘﺘﺴﻳ ﻻﻭ ،ﻪﺒﻠﻗ ﻢﻴﻘﺘﺴﻳ ﱴﺣ ﺪﺒﻋ ﻥﺎﳝﺇ ﻢﻴﻘﺘﺴﻳ ﻻ لسانه

“Tidak akan istiqomah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqomah ( lebih dahulu ), dan hati dia tidak akan istiqomah sehingga lidahnya beristiqomah ( lebih dahulu )”

Dalam shaheh Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
Saw. bersabda :

ﺖﻤﺼﻴﻟ ﻭﺃ ﺍﲑﺧ ﻞﻘﻴﻠﻓ ﺮﺧﻵﺍ ﻡﻮﻴﻟﺍﻭ ﷲﺎﺑ ﻦﻣﺆﻳ ﻥﺎﻛ ﻦﻣ
.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik baik atau diam saja.”

Dalam kaitannya dengan zina, kata-kata juga bisa menjadi pintu gerbang menuju zina. Tak dapat dipungkiri bahwa kata-kata merupakan media utama yang paling efektif untuk manusia menjalin sebah hubungan( baca: komunikasi). Kata-kata yang sarat dengan nuansa fahisyat (kotor, jorok) sangat memungkinkan untuk merangsang saraf yang kemudian berkolaborasi dengan otak, dalam keadaan libido mulai bergerak dan bergeliat maka tingkat kesadaran dan kontrol manusia sedikit banyak akan melemah. Dalam keadaan seperti ini siapapun tidak ada jaminan akan selamat mngendalikan diri, kecuali merea-mereka yang benar-bnar mendapat ppertolongan dari Allah. Maka pattlah kita waspadai peran penting kata-kata ini dalam kaitannya denga zina.

4- Al Khuthuwat ( langkah nyata untuk sebuah perbuatan ).
Adapun tentang Al Khuthuwat maka hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah yang dilakukannya dengan cara berniat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah. Tergelincirnya seorang hamba dari perbuatan salah itu ada dua macam : tergelincirnya kaki dan tergelincirnya lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan sejajar oleh Allah Swt. dalam firmanNya :
􏰂
            

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al Furqan:63)
5. Pendengaran
Pendengaran bisa menjadi jalan mendekati zina, mendengarkan sesuatu yang tidak layak untuk dikonsumsi secara syar’i bisa juga menghantarkan pada przinan. Laki-laki yang mendengarkan suara perempuan (ataupun sebaliknya) yang berisi tentang cumbu rayu, ataupun hal-hal lain yang bisa merangsang syahwat, sangat menghantarkan manusia pada periznaan.

Para fuqoha (pakar fiqh) maupun mutashowwifiin ( para shifi) mengulas secara luas dan mendalam tentang jalan menuju zina ini, tentunya tidak sebatas lima macam yang telah disebutkan diatas. Prinsipnya apapun yang bisa menghantarkan ke perzinaan maka itu dlarang. Hal senada dijelaskan dalam kaidah fiqh :
رضا بما يتولد منه اَلرِضا با لشئَ

Rela terhadap sesuatu berarti rela dengan apa yang akan diakibatkannya .

HUKUMAN (HAD) ZINA

Dalam permasalahan zina al Qur’an secara jelas dan tegas menginformasikan tentang hukuman (had) bagi para pelaku zina.Allah berfirman :
• •  •                         
Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. (QS. An Nur:2)
Pembagian Had Zina
Perlu ditegaskan kembali bahwa zina adalah persetubuhan diluar nikah, tidak ada kaitannya denga suka sama suka ataupun dipaksa (baca: diperkosa) . Hal ini penting untuk disampaikan karena sementara ini dalam hukum pidana barat, baru disebut zina kalau misalnya perempuan diperkosa, sehingga persetubuhan diluar nikah yang dilakukan dengan saling suka sama suka terbebas dari hukum ini. Islam tidak demikan adanya.
Dalam prakteknya rasul melalui penjelasan dalam hadisnya bahwa pembagian had (hukuman) zina dibagi menjadi dua tingkat. Pertma had sangat berat yakni dirajam sampai mati didepan khalayak ramai, hal ini dikenakan kepada pelaku zina muhson, yakni seseorang yang telah berkeluarga, mempunyai pasangan yang sah namun ia masih melakukan perzinaan dengan pasangan yang tidak sah. Dan tingkat kedua yakni hukuman berat dengan dijilid seratus kali dan diasingkan dari negrinya selama satu tahun, hukuman ini dikenakan pada pelaku zina yang ghairu muhson (bukan pezian muhson).
Pengkhususan Hukuman Zina Dengan Tiga Hal
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan hukuman bagi perbuatan zina dibandingkan dengan hukuman-hukuman lainnya dengan tigahal :
Pertama, hukuman zina adalah dibunuh (dirajam) dengan cara yang mengerikan. Dalam hukuman zina yang ringan saja, Allah menggabungkan antara hukuman terhadap fisik dengan cambuk dan hukuman terhadap mentalnya dengan cara diasingkan dari negerinya selama satu tahun. Kedua, Allah melarang hamba-hambanya untuk merasa kasihan kepada para pelaku zina sehingga mencegah mereka untuk memberlakukan hukuman kepada para hukuman kepada para pezina itu. Sebab, Allah mansyari’atkan hukuman tersebut didasarkan pada kasih sayang dan rahmatnya pada mereka. Allah itu sangat sayang kepada kalian, namun kasih sayang tersebut tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan berlakunya hukuman ini. Oleh karenanya janganlah kasih sayang yang ada di hati kalian itu mencegah kalian untuk melaksanakan perintah Allah. Hal ini –walaupun sbenarnya juga berlaku pada seluruhm macam hukuman (hudud) yang disyari’atkan- namun disebutkan dalam hukuman zina suatu kekhususan, karena memang sangat penting untuk disebutkan di sini, sebab kebanyakan orang tidak mempunyai rasa marah dan sikap kasar terhadap pezina seperti sikap mereka pada pencuri, atau orang yang menuduh berbuat zina atau pemabuk. Hati mereka cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang para pelaku dosa lainnya. Dan realita membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah melarang mereka, jangan sampai rasa kasihan mereka itu membuat tidak diberlakukannya hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengapa rasa kasihan pada mereka itu timbul? Penyebabnya yaitu karena perbuatan zina ini bisa terjadi pada orang golongan atas, menengah dan bawah. Kemudian, dalam jiwa manusia itu terdapat dorongan yang kuat untuk melakukannya, dan orang yang melakukannya juga berjumlah banyak. Dan yang paling banyak menjadi penyebabnya ialah cinta; sementra hati manusia itu secara tabi’at punya perasaan kasih pada orang yang sedang jatuh cinta, bahkan banyak diantara mereka yang siap memberikan bantuan pada mereka, walaupun sebenarnya bentuk percintaan seperti itu termasuk yang diharamkan. Dan hal itu memang sudah diakui oleh banyak orang. Selain itu juga, perbuatan dosa ini (zina) kebanyakan terjadi dengan adanya suka sama suka dari kedua belah pihak, bukan dengan pemaksaan, penganiayaan dan lainnya yangmembuat jiwa orang-orang itu geram. Dalam hal ini, syahwat banyak berpengaruh, sehinga timbullah perasaan kasihan yang mungkin akan menghambat ditegakkannya hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini semua timbul dari iman yang lemah. Kesempurnaan iman itu dicapai dengan adanya kekuatan yang dengan itu perintahAllah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat (kasih sayang) terhadap orang yang dijatuhihukuman tersebut, sehingga dia bisa sejalan dengan Allah dalam perintah dan rahmatnya. Ketiga, Allah memerintahkan agar hukuman terhadap pelaku zina hendaknya dilakukan di hadapan khalayak orang-orang mu’min, bukan di tempat yang sepi sehingga tidak ada orang yang dapat menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar hal tersebut lebih efektif untuk tujuan had itu sendiri, yakni menjerakan pelaku zina.

Kesimpulan
Zina merupakan teror dahsyat yang mengintai pada setiap diri manusia. Hadirnya patut diwaspadai, untuk sepiawai mungkin bisa menghindarinya. Keharamannya jelas, bahkan hadnyapun ditegaskan serta dipercepat ekskusinya didunia ini. Dikatakan meneror karena ia menawarkan selangit kenikmatan dan fantasi yang luar biasa pada diri manusia, sementara dampak buruknya bersifat menjalar bahkan berkesinambungan samapi anak keturunan. Ia lebih mengancam dari dalam diri manusia itu sendiri, maka keteguhan dan kekokohan iman manjadi sandaran utama dalam upaya menyelamatkan diri dari perzinaan. Dilansir dalam QS. Yusuf, bahwa Nabi Yusuf sendiri hampir saja terbuai dengan jebakan yang satu ini, kalau saja kekokohan iman dan pertolongan Allah tidak datang maka semuanya bisa mungkin terjadi, termasuk hal yang pahit sekalipun. Wallahu ‘alam.

Dalam blog ini