Rabu, 11 Agustus 2010

KOLABORASI NAFSU & IBLIS

Anganku terus merayap ,menyusuri lembaran demi lembaran takdir y ang dijadwalkan Allah padaku…..
Sesekali jiwaku bergetar hebat, rongga-rongga jiwaku dipenuhi rasa cinta, rindu, sekaligus rasa takut yang begitu hebat kepadaNya
Sesekali butiran bening meleleh,keluar dari kedua kelopak mataku, hangat tersa membasahi kedua pipiku, jiwaku bergetar hebat, rasa rindu rasul seketika menyeruak saat-saat seperti itu…rasa malu pada rasul menggumpal begitu besar, yah malu merasa bahwa aku tidak pantas ngaku-ngaku umat Muhammad, nabi yang begitu cinta pada umatnya, nabi yang kepentingan pribadinya, keluarganya,golongannya, terkalahkan semua oleh kemaslahatan dan kenyamanan umatnya, nabi yang jelang menjemput ajalnya dari bibir lembutnya terucap lirih “ ummatii…ummatii..ummatii….”

Dalam satu tempo aku berubah menjadi sosok yang bengis, kasar, penuh angkara, dan berlumurkan nafsu untuk menaklukan dunia seisinya…..
Persetan dengan dosa, akhirat hanyalah nanti, dan nanti, pokoknya nanti…..akhirat masih jauh…..ayo nikmati aja apa yang sekarang ada depan mataku…..tancap terus bro…
Toh mereka yang hidup dalam lumpur maksiat dan debu-debu dosa tetap bisa hidup, bahkan mereka hidup mewah, serba berkecukupan…..ayolah bermaksiat sajalah kau….dosa? ah gak usah kau berfikir dosa…tenang saja Tuhan maha pengampun….Dia telah janji sendiri, akan mengampuni segala dosa-dosamu…
Ah….manis dan lezat sekali ternyata bermaksiat….cobalah kau sekali lagi, pasti kau akan mersakan betapa lezatnya maksiat….kau masih muda kawan…umurmu masih panjang…pengetahuanmu sudah segudang, cukuplah untuk kau kecohkan itu para malaikat, lascar-laskar Tuhan, makhluk monoton itu…..ayo kawan…mari kita bermaksiat…
Apa kau rela masa mudamu hampa?terlewatkan begitu saja?kau hanya berteman dengan tumpukan buku-buku dan kitab…..ah tolol sekali kau kawan..mari bermaksiat saja….hahahahahaa……
Ternyata kau tetap manusia kawan…yah manusia yang mudah terbuai dengan janji manis, manusia yang suka dengan iming-iming manis, janji-janji surgawi….dasar manusia….dungu juga kau…
Ilmumu tak bisa amankan nafsumu, intelektualmu tumpul, logikamu mandul… hahahahahahaha…..
Senang sekali aku ngapusi dirimu wahai manusia…

NAFSU....
IBLIS……….!!!!!!!!!
Bangsat kau!!!!

Minggu, 01 Agustus 2010

RENSTRA BIDANG HUKUM & KERJA SAMA

RENSTRA FORUM KOMUNIKASI LSM ANTI NARKOBA
BIDANG HUKUM DAN KERJASAMA


Bidang Penegakan Hukum dan Kerjasama adalah salah satu dari beberapa bidang yang ada dalam FKLSMAN (Forum Komunikasi LSM Anti Narkoba). Bidang Penegakan Hukum dan Kerjasama membawahi 2 (dua) kordinasi, yaitu Kordinasi bidang Hukum (didalamnya terdapat sub kordinasi bidang Perundang-undangan, dan sub kordinasi bidang Pendampingan Hukum), dan Kordinasi bidang Kerjasama (didalamnya terdapat sub kordinasi bidang Kerjasama Regional, dan sub kordinasi bidang Kerjasama Internasional).
Dibawah ini adalah beberapa rencana strategis kegiatan Bidang Hukum dan Kerjasama Forum Komunikasi LSM Anti Narkoba.

1. Perundang-undangan
- melakukan telaah kritis terhadap UU No. 35/2009 Tentang Narkoba, untuk kemudian hasilnya disampaikan kepada BNN untuk dilakukan audensi dengan DPR RI. Hasil telaah ini nantinya dapat digunakan sebagai catatan-catatan kritis terhadap UU N0.35/2009. Dalam jangka panjang catatan ini juga bisa digunakan untuk penyusunan naskah akademik jika suatu saat nanti akan dilakukan perubahan terhadap UU No.35/2009.
- Membuat buku saku tentang aspek hukum penyalahgunaan narkoba, buku ini akan dibagikan kepada para masyarakat terutama para remaja agar mereka dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai beratnya sanksi-sanksi bagi tindak penyalahgunaan narkoba.

2. Pendampingan Hukum
- Membentuk Anti Narkoba Lawyer’s Club, yang beranggotakan para advokat-advokat yang peduli dengan para korban penyalahgunaan narkoba. Para advokat ini nantinya diharapkan dapat memberikan pendampingan yang optimal kepada para korban.
- Membuat posko konsultasi hukum penyalahgunaan narkoba.
- Membuat web site konsultasi yang dapat diakses kapan saja dan dimana saja oleh masyarakat melalui internet. Pembuatan web site ini bekerjasama dengan bidang yang terkait di FKLSMAN.

3. Kerjasama Regional
- Dalam kerjasama regional dibagi menjadi 2 (dua), yang pertama kerjasama dengan instansi pemerintah (termasuk BUMN), yang kedua dengan instansi non pemerintah.
Kerjasama bisa dilakukan dalam bentuk pengajuan proposal pendanaan kegiatan FKLSMAN. Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia terdapat 158 BUMN, dan sesuai dengan UU BUMN bahwa BUMN dimanatkan harus menyisihkan 1% - 5% dari laba bersih setelah dikurangi pajak untuk kegiatan sosial kemasyarakatan.
Hal serupa juga dapat dilakukan terhadap korporasi swasta melalui dana CSR yang tersedia di masing-masing korporasi, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 74 UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas.
- Kerjasama Regional juga akan dilakukan dengan melakukan dialog rutin (misalnya sebulan sekali) dengan seluruh instansi baik pemerintah maupun swasta yang juga melakuan program P4GN. Dengan dialog/diskusi rutin ini nantinya akan dipertemukan berbagai pandangan, progres tindakan, informasi-informasi, menganai penyalahgunaan narkoba juga bagaimana langkah pendampingan hukumnya. Informasi ini nantinya akan sangat bermanfaat dalam melaksanakan P4GN.
- Melakukan sosialisasi aspek hukum penyalahgunaan narkoba dilingkungan kerja bekerjasama dengan para penyuluh P4GN dilingkungan tempat kerja dalam upaya menyelamatkan para pekerja dari penyalahgunaan narkoba dengan menumbuhkan komitmen agar peduli dan waspada terhadap permasalahan narkoba, serta aktif dalam penyebarluasan informasi bagi sesama pekerja dan pengusaha.

4. Kerjasama Internasional
- Sebagaimana dalam kerjasama regional, kerjasama internasional juga mengikuti pola yang sama dengan kerjasama regional.yang membedakan hanyalah obyeknya saja. Apabila dalam kerjasama regional obyeknya adalah BUMN dan Korporasi dalam negeri, maka dalam kerjasama internasional obyeknya adalah lembaga-lembaga asing yang memiliki perhatian yang tinggi terhadap P4GN.
- Melakukan dialog rutin dengan lembaga-lembaga internasional yang memiliki perhatian dalam P4GN tentang bagaimana mengembangkan sistem hukum yang humanis terhadap penyalahgunaan narkoba.

Jumat, 30 Juli 2010

C I N T A

Cinta, aku bersyukur kepadaNya, telah menyinggahkan dirimu padaku
Cinta, sekali lagi aku bersyukur kepadaNya, karena aku bisa merasakan manisnya dirimu
Cinta, tanpamu niscaya bumi ini tidak diciptakan
Cinta, tanpamu niscaya mutiara jagat,Muhammad Saw tidak diturunkan kebumi
Cinta, setetes madumu enyahkan dahagaku walau telah beribu meter jarak kutempuh
Cinta, rasa luar biasa yang mega dahsyat, walau sering juga jemarimu mencabik-cabikku
Cinta, aku memuja dan memujinya bukan karenanya, tapi semata-mata karenamu...
Cinta, sungguh aku mencintainya sama sekali bukan karena aku mencintainya
Cinta, aku mencintainya semata karena dirimu menempel padanya
Cinta,percayalah dia hanya sosok yang bisa dengan mudah kutemui di etalase pameran
Cinta,jangan pernah kau lempar cemburumu karena aku pernah melirik etalase itu
Cinta,percayalah aku akan tetap memujamu, karena engkaulah keindahan abadi
Cinta,aku kehabisan kata-kata tuk pahatkan keagunganmu
Cinta,aku memimpikan kau bersinggah lagi dalam pelataran hatiku
Namun..........
Kenapa ya Rabb...
Kenapa Engkau utus makhluk sucimu itu pada batu
Batu yang keras dan tak punya persaan
Batu yang angkuh, congkak dan arogan
Ah, saya kira itu bukan cinta kawan, penglihatanmu saja yang katarak...

Selasa, 22 Juni 2010

ILUSI TERMINOLOGI HIDUP

“Alam semesta hanya memiliki makna dalam kaitannya dengan manusia. Padahal manusianya sendiri telah kehilangan makna”. Claude Levi-Strauss


Adu domba, sudah ada sejak dulu, sejak manusia pertama yang melahirkan generasi pertama anak manusia berikutnya, keluarga nabi Adam A.S. Generasi awal umat manusia itu Ia jadikan pelajaran bagi generasi manusia selanjutnya dalam rentang masa yang sangat panjang, tanpa pernah ada kepastian kapan dan seperti apa akhir dunia terjadi. Masa yang buta, semua manusia tidak pernah tahu rahasia langit tempat sang Pencipta memainkan skenario hidup kita dengan tanpa ada cerita yang terlewatkan bahkan sekedipan mata.

Hingga hari ini, zaman modern yang kita lalui, adu domba dan perang antar manusia semakin sulit dibedakan dengan kepentingan baik. Semua dapat disembunyikan dan akan banyak sekali pilihan untuk bertindak. Tidak harus frontal, tapi selalu saja membutakan. Maka, mengetahui sesuatu, tidak harus selalu berujung pada perlawanan. karena perlawanan berpotensi membutakan. dan karena buta, perlawanan menjadi reaksioner —yang hanya akan menghasilkan kesia-siaan..

Perang antar manusia dipastikan akan selalu terjadi, dan kita sedang khawatir hari ini, akan seperti apakah perang yang terjadi pada manusia modern nanti. Sangat menakutkan. Tapi kita jangan terperangkap. Seakan memandang hidup adalah perjalanan menunda kemenangan jasad (fisik) manusia adalah satu-satunya jalan pilihan dalam kehidupan.

Memandang dunia penuh dengan kepentingan yang harus berujung pada peperangan, penghabisan etnis lain, dan kemenangan golongan sendiri adalah satu dari banyak cara kita memandang hidup, bukan pandangan final setiap manusia yang hidup. Memang, perang yang tejadi jutaan kali sejak manusia diturunkan di bumi dapat kita jadikan penguat pendapat, bahwa manusia tidak akan bisa lepas dari jeratan permusuhan, dan hanya akan ada satu golongan yang berkuasa, mengkahiri dunia dengan kemenangannya. Tapi jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, bahwa peperangan, bukanlah milik semua manusia. Dalam setiap peperangan, selalu ada sebagian dari mereka yang menangis bukan berteriak lantang, lebih memilih untuk mengubur nafsunya bukan justru saling membunuh dengan penuh nafsu di arena pertarungan yang liar, dan selalu ada yang menentang bukan justru memperjuangkan pecahnya peperangan yang dapat memecah persaudaraan sebagai sesama umat manusia.

Perbedaan cara memandang hidup tersebut akhirnya melahirkan kelompok manusia sendiri-sendiri. Selanjurnya, setiap kelompok akan cenderung memperkuat dirinya sendiri di atas kelompok lain. Secara eksplisit pertarungan tersebut berujung pada kontestasi identitas dan eksistensi. Padahal dalam kondisi tersebut, satu kelompok belum tentu dirinya lebih baik, karena menentukan siapa yang terbaik bukanlah kehendak manusia. Pada akhirnya, setiap dari kita berbeda, dan inilah yang menjadikan dunia berbatas tembok, tanpa jembatan yang menghubungkan nilai-nilai universal.

Bertahan hidup
Memenangkan hidup
Mengalahkan hidup
Menikmati hidup
Memaknai hidup

Padahal, urusan apa bagi kita berpikir bahwa kehidupan dunia harus dimenangkan oleh siapa dan darimana diri kita? Kehidupan di dunia akan menjadi mulia jika setiap dari kita melihat setiap kemenangan hidup sebagai sebuah bentuk yang substantif, tidak harus otentik. Sebaliknya, ternyata selama ini kita kalah bukan karena jumlah kita yang sedikit, tapi kita kalah karena banyak melanggar ajaran-Nya yang suci.
“Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu” (QS. Ar-Rahman : 7-9)


Kedigdayaan langit itulah membuatku berguru pada alam pikiranku yang selalu bergemuruh.

Kita semua manusia diciptakan dengan jasad serupa, tapi berbeda ruh. Bahwa banyak manusia melupakan ruh yang tak terlihat, dan terjebak hanya pada jasad (fisik) manusia yang membutakan. Ruh tercipta ghaib bertujuan agar hilang jarak. Jarak yang hilang akan membuat kita tidak dapat memperkirakan dan memikirkan hal-hal diluar kendali kemanusiaan. Karena jarak berpotensi membutakan. Jauh menjadi sok tahu, dekat menjadi tidak mau tahu. Bayangkan dalam tangan kita menggenggam kaca mata, atau juga kaca pembesar (lup). Kita tidak akan mampu mempergunakan alat bantu itu untuk melihat jika mata kita terlalu dekat ataupun terlalu jauh dari lensa. Menjadi sia-sia, sama saja alat tak ada gunanya. Maka artinya, memahami sesuatu jangan terlalu dekat dan terlalu jauh, karena kita semua sebenarnya memiliki alat bantu untuk melihat. Agar kita bijak dan tidak terjebak.

Melalui berbagai ruang atau medium pembelajaran kehidupan, kita harus membangun kesempatan lahirnya generasi moderat, tapi tetap militan menjalankan prinsip kebenaran. Mereka yang mampu mengidentifikasi titik tengah. Generasi yang kehadirannya sangat dibutuhkan, untuk merangkai simpul perbedaan dan konflik kepentingan, menjadi jembatan antar kemanusiaan untuk membangun dunia yang sejahtera, adil dan bermartabat. Mereka menjadi penghubung bagi nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya berlaku. Mereka menciptakan standar baru, bahwa dua titik ekstrim tidak akan pernah menghadirkan energi kebaikan yang sama.

Sebaliknya, ada ruang tengah yang berselimut kuat pada nilai-nilai kebaikan universal, bertujuan untuk membangun keberadaban. Karena manusia hidup di dunia sebagai makhluk langit, yang diturunkan ke bumi untuk memikul amanah bersama, bukan untuk seorang dirinya, sebatas kelompoknya, atau sekedar satu bangsanya. Titik tengah bukan berarti netral dan buta arah, tapi kita berusaha tidak terjebak pada titik ekstrim yang membutakan. Karena fitrah manusia cenderung merapat pada kutub kenyamanan dan keangkuhan.

Tentu saja ini tidak bertentangan dengan apa yang secara tersurat disebutkan dalam kitab suci Al-Qur’an surat Al-Waqi’ah.
Pada hari kiamat manusia akan terbagi tiga golongan Ayat 1-7

Apabila terjadi hari kiamat, 2 terjadinya kiamat itu tidak dapat didustakan (disangkal). 3 (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain), 4 apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, 5 dan gunung-gunung dihancur luluhkan sehancur-hancurnya, 6 maka jadilah dia debu yang beterbangan, 7 dan kamu menjadi tiga golongan.

Golongan kanan, kiri dan mereka yang paling dulu mukmin Ayat 8-10

8 Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. 9 Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. 10 Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga).

“Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.'' (QS Al-Waqi'ah [56]: 27).


Moderat bukan berarti netral. Moderat bukan berarti tidak memiliki keberpihakan. Mereka akan tetap militan menjalani prinsip kebenaran hidupnya. Kehidupan yang sudah menembus batas-batas otentik dan sudah mencapai gambaran akhirat sebagai kehidupan abadi setiap manusia nantinya. Jika manusia menjalani hidup dengan keyakinan yang dibesarkan dari jasad kemanusiaannya, maka kita sepantasnya hanyalah seorang aktor permainan drama. Padahal hidup bukan lakon yang berakhir satu cerita, tapi masih berlanjut, dalam kehidupan abadi selanjutnya.

Oleh karena itu, dibutuhkan generasi yang kuat dalam keyakinannya, tapi tidak buta pada kenyataan kompleksitas alam manusia. Kita berbeda, tapi bertujuan dan menanggung amanah yang sama. Hidup bagi sang Pencipta, dan menebar kebaikan pada alam semesta.
“Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman- pengalaman spiritual, kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalaman manusiawi.”
(filsuf Perancis-Teilhard de Chardin)


Maka, ini menjadi sangat tepat bagi kita semua kaum muslimin seisi bumi. Tidak berselang lama, baru saja kita disuguhkan perang tidak berjasad, gambar nabi besar kita dijadikan permainan dan pelecehan oleh publik. Sontak banyak dari kita yang berteriak, mengecam, dan mengancam peperangan. Dalam bentuk yang lebih sederhana, banyak dari kita yang memilih turun ke jalan, melakukan pemboikotan, dan berlomba-lomba menjadi garda terdepan perlawanan. Padahal, mereka melakukan kerja bengis itu karena bertujuan mengalihkan cara berpikir kita. Bahwa perlawanan frontal hanya akan membuat kita tidak lagi cerdas, lupa dengan kesalahan-kesalahan fundamen kita selama ini, dan habislah energi kita untuk menyusun langkah bangkitnya kembali peradaban sendiri.

Kejadian lain, rentetan teror bom yang terjadi di negara kita, sebagai dalih perlawanan terhadap satanis Amerika. Saya yang bukan para setan saja bisa mendengar tawa mereka. Bahwa perang pemikiran yang selalu mereka lancarkan, ternyata hanya sanggup berbalas perlawanan mortir dan jalanan. Sementara mereka terus melenggang dengan kedigdayaan dan kemajuan zamannya, kita hanya sanggup bereaksi sempit, memalukan, dan tidak mennyentuh akar persoalan.

Dalam bahasa yang lebih dalam dan bahasan yang lebih luas, jika Islam ingin menjadi agama pemenang, Islam harus mendudukkan dirinya sesuai dengan paham Universalisme Substantif. Karena bahkan, hingga hari ini masih ada manusia di salah satu belahan bumi Amerika Selatan yang buang air besar dengan cara berdiri. Begitupun saat Rasul pertama kali datang, ia hanya berinteraksi dengan jahiliyah Arab. Padahal di masa itu, saat dunia belum mengenal ilmu pengetahuan yang rasional dan empirik, di setiap belahan bumi pasti ada potret ketertingalan, kegelapan, keterbelakangan, dan perilaku kebinatangan manusia. Maka, untuk menghimpun cahaya kemajuan peradaban manusia, agama yang dibawa harus dapat mendudukkan diri tidak lebih tinggi dengan kebudayaan yang telah lebih dahulu bermukim pada worldview setiap manusia di belahan bumi di manapun mereka berada.

Islam hanya akan menjadi agama penolong manusia jika terjadi empirisme dalam ajaran Islam itu sendiri, bukan berarti mengganti konteks yang terdapat dalam ajaran Qur'an dan Hadist dengan keterbatasan pikiran kita, tetapi memperbaharuinya melalui empirisme zaman yang berkembang bersama hidup kita. Karena jika agama masih selalu terpaku pada kekakuan analogi masa lalu, maka kita pantas berkata, "Agama, riwayatmu kini akan segera berlalu".

Ku meyakini Islam yang mengajarkan bahwa hidup adalah ornamen kebahagiaan, bukan jalan permusuhan. Karena pikiran manusia akan terus terpenjara ,menjadi pemikiran yang mati jika tak pernah melihat dunia. Dunia diciptakan bukan untuk berbatas tembok, tapi untuk dilewati dengan dibangunnya jembatan antar kemanusiaan. Namun, bukan berarti kita bersedia untuk berada di bawah ketiak mereka. Selama substansi yang mereka katakan adalah kebenaran, maka kita harus menerimanya, tapi bukan untuk meyakininya. Kita tidak membenci orangnya, tapi kita membenci dan akan melawan pemikirannya.

Artinya apa?
Bahwa menganut paham "universalisme substantif" ini adalah mereka yang percaya bahwa mendamaikan kepentingan adalah cara menyelesaikan persoalan kemanusiaan dengan lebih baik. Pemikiran ini berawal dari gagasan Karl Polanyi. Sementara bila dikontekstualisasikan pada persoalan ini, artinya adalah selama yang dipersoalkan bukanlah high-context (sesuatu yang tertulis eksplisit dalam ajaran Qur'an dan Sunnah), maka kebenaran akan relatif dalam kacamata manusia. atau dalam bahasa lain adalah heterodoxial-context relativism. Sesuatu yang tidak bersifat heterodoks (berasal dari sang Pencipta), maka akan terus terjadi perdebatan dan perbedaan kepentingan dari manusia sebagai hamba yang memiliki keterbatasan dan kelemahan.

Maka, Islam harus mendudukkan dirinya dalam differential ornament dengan cara understanding ego dan keterikatan subjektivitas (subjectivity-integration). Selama substantsi dari beragam hal yang terjadi dan menjadi perdebatan di dunia ini baik dan sesuai dengan ajaran low-context Islam, tidak masalah menggunakannya untuk kepentingan Islam itu sendiri. Ini memang berat untuk Islam. Kita dilahirkan, diajarkan, dan dibesarkan dengan janji kemenangan. Tapi, perlu kita renungkan sekarang, apa jalan menunda kemenangan jasad manusia adalah jalan terbaik untuk memaknai kehidupan?

Pergolakan pemikiran Universalisme Substantif ini menjalar dalam pikiran ku karena gerah dan lelah dengan dunia yang selalu berbangun tembok, bukan jembatan antar kemanusiaan.
Padahal semua dari kita adalah makhluk langit, yang bersumber dari yang Tinggi untuk menjadi rahmat bagi tempat yang tidak lebih Tinggi. dan suatu saat, mungkin lusa, kita akan kembali lagi ke Yang Maha Tinggi..

Karena kemudian pula, dunia hanya akan berujung pada dua hal, dua sisi, dan dua kepercayaan. kau percaya pada Tuhan, atau kau sebangsa Pagan. Kau mempercayai yang hidup, atau kau mempercayai yang mati. Kau mempercayai Ia yang menghidupkan yang mati dan mematikan yang hidup, atau kau mempercayai Ia yang mati tapi seakan hidup. Manusia penyembah Tuhan, selamanya, akan berhadapan dengan manusia penyembah Pagan. Sejak dulu, sejak peradaban pasir, sejak peradaban batu, sejak peradaban mortir, dan kini peradaban digital, kita akan saling berhadapan.

Sama halnya dengan dua sisi tertinggi dalam pilihan kehidupan manusia. Pilihan kebaikan dan keburukan, kegemberiaan dan kesedihan, kekayaan dan kemiskinan, kemenangan dan kekalahan, kemerdekaan dan keterjajahan, kejujuran dan kebohongan, keimanan dan kemunafikan, peperangan dan perdamaian, kemudahan dan kesulitan, bergerak dan diam, hingga bertuhan dan pagan, keduanya akan selalu berhadapan. Semua kembali pada dua sisi sama tinggi. Manusia memikirkannya, mengatasnamakannya, dan menjalankan kehidupannya menuju pilihan yang akan menjadi akhir hidupnya. Oleh karena itu, manusia sesungguhnya tidak pernah mencintai kehidupannya. Karena kita tidak pernah memilih kehidupan, yang kita pilih adalah pilihan untuk apa kita mengisi kehidupan. Mengisi hidup itulah yang menjadi perkara milik Ruh. meskipun Ruh tidak berbentuk, tapi ia hidup.

Maka, agaknya untuk membincangkan kehidupan, kita harus menambah terminologi baru. Jika hidup selama ini kita maknai sebagai perjalanan otentik manusia, dan bumi adalah kita pahami sebagai tempat bermukimnya jasad manusia, maka sama saja kita terjebak pada ilusi terminologi hidup. Hidup sejatinya bukanlah milik jasad. Hidup yang hakikat, adalah Ruh yang tak terlihat.





Sekarang memang terlihatnya semua pertarungan berasal dari hasil pikiran manusia. Hasil pikiran manusia itulah yang kemudian kita kenal dengan istilah teknologi. Semua berawal dari ilmu pengetahuan yang telah menembus ketidakmungkinan dan melahirkan optimisme bagi masa depan. Berbeda dengan rahim pikiran manusia yang tadi kita sebut sebagai Ruh. Padahal sebenarnya, Ruh lah yang menggerakkan hidup, sementara jasad hanyalah sebagai alat gerak hidup.

Tapi, seberapa dahsyat dan gigantiknya hasil pikiran manusia, teknologi tidak akan mencapai ruh, hanya pada kecepatan informasi, memindahkan momentum, dan menyentuh partikel jasad kita, bukan ruh seorang manusia. Dan, teknologi terakhir yang akan ditemukan manusia nanti tetap tidak akan sanggup merekayasa Ruh, karena teknologi diciptakan melalui akal dan kehendak makhluk yang juga diciptakan. Di sanalah manusia baru akan menyadari kehilangannya. Manusia akan memperebutkannya.

Benarlah gambaran masa depan itu. Sampai pada akhirnya, manusia menyadari habisnya jiwa kemanusiaan dari bumi manusia. Disanalah, manusia akan mencari kembali hakikatnya, sedalam-dalamnya, untuk kembali menjadi manusia, yang sangat sederhana sebenarnya, yang tak bisa memaksa dan terus merekayasa. Sampai pada suatu masa, dimana hasil ciptaan manusia mencoba menyentuh Ruh, maka saat itulah teknologi berhenti, masa depan terhenti, dan dunia dihentikan. Manusia akan diperdengarkan kembali, dengan siapa ia seharusnya berjalan, dengan siapa Ia berTuhan. Karena manusia adalah makhluk Langit, maka Ia hakikatnya akan terus menatap Langit, untuk kembali ke Langit.

Pada akhirnya, manusia akan kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan masalah paling mudah (berhitung, berpikir, dan kelima indera lainnya), manusia kehilangan sensitivitas, manusia kehilangan ketundukan. Ruh dan alam semesta bersatu, teknologi terpinggirkan. Teknologi akan tertolak oleh alam sebagai entitas yang murni, mendasar, dan yang menjadi pengawal segala kehidupan.
“Ketika teknologi tiba, lebih hebat dari senjata terberat, dari gagasan terdahsyat, masyarakat melulu tinggal sebagai alat. Lewat retorika berbasis informasi gigantik” (Radhar Panca Dahana)

Sehingga, jika umat Islam marah besar dan melakukan perlawanan jasad terhadap para iblis berwujud manusia (kata sebagian dari mereka) yang kini dalam zaman modern menggunakan teknologi untuk melemahkan Ruh kita, maka hingga akhir kehidupan, Islam tidak akan tegak dan membawa rahmat bagi seisi alam semesta. Islam ada, untuk kebaikan seisi semesta, bukan satu bangsa, satu golongan, dan satu agama penganutnya. Keimanan dalam Islam bertujuan untuk menghindari penghambaan setiap manusia. Islam membincangkan Ruh, bukan jasad manusia. Islam membicarakan lebih dahulu bahwa manusia diharuskan menjaga kondisi ruhnya, agar tidak sakit dan mati. Karena kematian ruh adalah kematian hidup. Banyak kini dari kita sendiri kaum Muslim bisa menangis terhadap orang yang mati jasadnya. Tapi, kita tak pernah menangis terhadap kematian sendiri hatinya.

Maka, melawan mereka yang tidak menginginkan Islam berdiri, tidak dengan perlawanan kemanusiaan, tapi keruhanian. Tinggikan pilihan kita dengan keyakinan, perkataan, dan perbuatan – dari hati, lisan, dan amal. Bukan dengan peperangan antar manusia, bukan dengan menghabisi sesama manusia, karena bukan untuk itu Islam diturunkan. Berbeda jika mereka yang memulai, maka harus dibalas sama, seperti tanah Palestina misalnya.

Namun, jika mereka melawannya dengan akal, hati, nurani dan beragam bentuk lain yang berpotensi membutakan Ruh manusia, maka lawanlah dengan cara yang sama. Mereka mengubah kita dengan pemikiran, maka lawanlah dengan kekuatan pikiran. Jadilah petarung yang cerdas dan bermartabat. Berpikir melawan mereka dengan menghabisi jasad, tidak akan pernah sampai pada kemenangan kita sendiri. Tradisi, kepercayaan, dan cara pandang akan terus mengalir antar generasi. Musuh kita boleh mati dalam jasadnya, tapi tidak untuk ruh yang menggerakkan kehidupannya. Ruh yang menggerakkan akal hati dan nurani, sementara jasad hanyalah alat yang bisa sakit dan mati.

Sedikit berbagi, dengan apa yang dimuaksud dengan soft-power politic..
Paradigma langka yang kini sangat dibutuhkan manusia seisi bumi. Ada sebuah negeri dimana kita pernah berjaya. Menerangi dunia yang kotor dan busuk. Ada sebuah negeri dimana kita pernah dirampas. Hingga kerusakan genetik masih membekas. Ada sebuah negeri, kita menyebutnya Palestina, Checnya, Irak, Libya, dan Afganistan. Kita juga tidak lupa tentang Spanyol. Hingga rasa sakit tidak kuasa menahan sakitnya, hingga lelah kami berteriak hilang kelelahannya, hingga darah kami hilang kemerahannya, menjadi hitam pekat karena habis dimakan nafsu binatangmu.

Lalu, jika kemarahan kami kalian anggap perlawanan, lalu apa yang disebut kemanusiaan itu? Tapi kami membawa jalan baru untukmu kaum bengis. Kami tidak akan membalas kekejianmu dengan darah dan nanah anak-anakmu. Kami ingin membuatmu terhentak dengan keyakinan dan jiwa kemanusiaan yang kami punya. Karena kebencian tak dapat melakukannya. Kecintaan yang mengingatkan kita pada harapan baru. Maka saksikanlah sebuah zaman yang lebih baik dibandingkan ketika engkau melihat diriku, karena aku akan berjuang untuk memperbaiki diri demi generasi setelahku.

Kami bangkit karena kami meyakini lebih dari kebenaran, kami memiliki keyakinan. Kami runtuh karena kami mengingkari lebih dari keyakinan, yaitu keimanan. Kami berjaya dulu, dan akan kembali berjaya nanti, karena kami mensimbiosiskan keimanan dengan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka, kalau saja mereka hanya seorang dua orang saja, maka akulah dia, dan kau seorang lainnya..
“Sitou tumou tumou tou” (kita hidup untuk memanusiakan manusia lain)


Lalu, apa hubungannya keyakinan dengan jiwa kemanusiaan kita tersebut? Sangatlah erat, begitu dekat. Jiwa kemanusiaan itu akan tercipta secara simultan. Karena keimanan bertujuan menghilangkan penghambaan sesama manusia. Maka keimanan pasti akan membentuk jiwa kemanusiaan kita. Untuk menghargai dan menempatkan diri tidak lebih tinggi dari manusia lainnya. Karena di mata Tuhan, semua sama. Hanya keimanan yang menjadi pembeda. Tapi, keimanan tanpa ilmu pengetahuan menjadi buta. Sebaliknya, ilmu pengetahuan tanpa keimanan berarti gila.

Kini, kiamat banyak yang mengatakan sudah dekat, jika benar demikian, maka jadilah generasi terakhir penghuni bumi, yang tidak mengulang siklus kesalahan manusia yang selalu berulang. Jadilah generasi berbeda, yang menjadikan hidup bukan sebagai perjalanan kemanusiaan, tapi perjalanan keruhanian. Karena akhirat menunggu, dan kita akan dikumpulkan kembali di sana, sebagai ruh, bukan jasad seperti tampak di cermin-cermin yang ada dunia.

Lalu sekarang, apa yang sedang mereka kerjakan? Rencana besar apa lagi yang akan mereka persiapkan?

Setelah Transformers, Da Vinci Code, Sherlock Holmes, Prince of Persia, aku pastikan dalam beberapa bulan ke depan, akan kembali muncul film-film gigantik yang membuat kita tercengang. Pesan rahasia akan kembali membutakan, dan hanya sanggup berbalas dengan decak kagum miliyaran pasang mata seisi dunia. Manusia, akan terus berperang, melalui ruh, bukan jasad yang akan membusuk begitu hidup di dunia mencapai batas waktunya..

Sementara, masih terlalu banyak misteri di dunia ini, dan perlahan berubah menjadi ilusi. Seorang teman, Maula Nurudin Al-Haq mengatakan, entah seberapa tahan jasad sebagai wadah diri ini untuk menampung semuanya, karena untuk menjadi seorang pahlawan di zaman kekinian wadah itu haruslah amat besar. Lebih besar dari penyimpan data hasil pikiran manusia sekalipun. Karena penyimpan data itu hanya sanggup menyimpannya, sementara dengan kekuatan Ruh yang manusia punya, kita akan sanggup berfikir, mengolah, menganalisa, dan mengambil tindakan dengan sebaik-baiknya.


Kontestasi semacam itulah yang pada akhirnya menjadi pertarungan identitas dan eksistensi untuk memenangkan keuntungan substansial dalam unjuk kehendak yang berprinsip. Maka, mendamaikan kepentingan, walau sulit dilakukan, akan jauh lebih baik daripada menentukan siapa yang benar dan siapa yang lebih kuat. Mendamaikan kepentingan hanya akan berhasil dilakukan dengan kekuatan Ruh dalam hati, nurani, dan akal, bukan dalam perlawanan jasad yang membutakan.

Pertarungan Ruh, harus dibalas dengan kekuatan Ruh, yang tidak harus membunuh, tapi akan membuatnya tunduk dan bersujud. Agar tunduk di saat yang lain angkuh. Agar teguh di saat yang lain runtuh. Agar tegar di saat yang lain terlempar..

Dinukil dari tulisannya: Azmi Basyarahil Jogjakarta

Jumat, 28 Mei 2010

Menakar Pengaruh Kesalehan Orang Tua Terhadap Anak Keturunan

Siang itu, saya dihantarkan angin untuk masuk di perpustakaan utama(PU) UIN Jakrta. Ketak-ketik dikatalog Komputer Perpus, jengkel juga, karena berbagai keyword yang kumasukan tidak muncul juga data buku yang kucari. Semabri jalan menyusuri rak-rak buku di PU mataku melirik tafsir Murah Labid. Wah reflek saya pegang, saya sentuh, kemudian ku menepi dipojokan meja, saya masih menyimpan banayak pertanyaan tentang misteri perjalanan Khidr dan Musa yang diabadikan dalam surat al kahfi itu. Karena waktu yang terbatas, langsung saja saya buka dihalaman surat alkhafi. Wah…saya menemukan banyak keterangan dalam kitab ini. Satu yang kemudian menarik untuk kugali yakni pada ayat 82 tepatnya pada kata “ wakaana abuuhuma shaaliha”. Disana dijelaskan kenapa Allah sampai turun tangan dalam usaha penyelamatan harta karun yang ada dalam puing-puing gudang itu? Yah mufassir menjawab karena memang itu gudang punya kedua anak yatim yang wakaana abuuhuma shaaliha, kedua bapak mereka itu shaleh. Disinilah bukti jelas bahwa ada pengaruh besar peran kesalehan orang tua terhadap masa depan anak keturunannya, begitu apa yang dikutip dalam penjekas tafsir murah labid itu.Keterangan ini seirama dengan anjuran nabi yang menjadikan nasab sebaagai salah satu hal untuk dipertimbangkan sebelum menikah. Islam memang menawarkan solusi tidak hanya untuk masa sesaat, tapi jauh menerobos kejadian-kejadian yang akan terjadi,luar biasa, Islam is masyallah…..

Sabtu, 24 April 2010

PROSES

Perjalanan Panjang Yang Mahal Nilainya
Catatan kecil untuknya

Andaikan Tuhan berprilaku seperti manusia, pasti Tuhan akan tersenyum melihat berbagai tingkah, polah para manusia yang penuh dengan kebusukan dan kemunafikan itu. Bibirnya mengucapkan rindu, tapi hatinya jauh dari mengingat; sorban,jubah, jilbab yang dipakainya setiap hari, tapi prilakunya tidak jauh dengan orang dungu, binatang , bahkan lebih parah dari itu. Aneh, terlalu pintar membela diri, selalu tergoda untuk mencari pembenaran diri pada kesalahan dirinya yang nyata, itulah sedikit dari banyaknya kemunafikan yang ada pada hampir seluruh manusia.
Bersyukurlah, karena ternyata Tuhan tidak seperti manusia, karena Ia memang Laisa kamitslihi Syaiun (Tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya), atau yang lebih dikenal dengan salah satu sifat wajib-Nya, Mukholafatu lil hawaditsi. Maka sejenak mersa amanlah dirimu - karena Tuhan tidak tersenyum- layaknya manusia yang tersenyum (melecehkan) ketika melhat sesamanya melakukan tindakan bodoh dan norak. Tuhan selalu melihat manusia dengan lautan rahmat-Nya, Tuhan selalu berikan kesempatan manusia untuk memperbaiki dirinya, walau berulang kali mansia abaikan kesempatan itu, tapi berulang kali pula Tuhan selalu dan selalu berikan kesempatan itu, Tuhan selalu melihat jeleknya dengn menanti taubatnya, Tuhan selalu berikan jatah rizki untuknya, walau manusia setiap hari tak pernah tahu arti terima kasih kepada-Nya……
Kasih-Nya, sayang-Nya, cinta-Nya,lembut-Nya, ampunan-Nya tak pernah ada batasnya bagi mereka yang mau menggunakan kesempatan itu. Rasa malau pasti ada bagi mereka yang masih diberikan akal waras dalam diriny. Rasa hina, kotor, dekil, penuh kemunafikan, kebanyakan polah, semua itu pasti mereka sadari dengan kejujuran hatinya.
Ada semacam keseimbangan alam dalam hidup ini begitu kata ahli geofisika, ada istilah kausalitas begitu kata guru bahasa Indonesia, ada Yat’allaqu Bil Mumkinaat (takdir berkaitan denagn hal yang rasional) begitu kira-kira komentar para Teolog Islam, ada harapan memanen setelah menanam begitu keyakinan para petani, singkat kata tidak ada yang terjadi dalam kehidupan ini hanya dengan Abrah Kedabrah, karena hal itu hanya berlaku bagi mereka para pesulap yang jauh dari dunia real.
Sipakah kita?maka lihatlah siapa teman dekat kita, begitu kata pengarang kitab akhlak yang biasa santri belia dendangkan “ anil mar’i laa tas’al fasal ‘an qorinihi # fainna al qoriina bil muqoorini yaqtadi “. Jangan kau tanya siapa kamu? (kalau kau ingin tahu tentag seseorang) tapi bertanyalah(liahtlah) siapa teman (dekat) dia # karena temannyalah (kemanpun ia) yang selalu menemaninya. Apakah yang akan kita panen esok? Tentuya kita harus balik tanya, apakah yang saya tanam hari ini?.
Apa yang dibaca, apa yang dilihat, apa yang dimakan, dilingkungan mana ia ditempatkan, semua itu sangat berpengaruh pada perkembangan seseorang, yang terus berproses hingga membentuk sebuah kepribadian. Begitu hasil analisis dan berbagai riset yang pernah dilakukan oleh para ilmuan barat. Rupanya konklusi(kesimpulan) ilmuan barat ada kaitannya dengan konsep ta’lim al muta’allimnya Syaekh Az Zarnuji yang menekankan untuk hati-hati masalah makanan, ada kaitannya juga dengan konsep-konsep kitab akhlak yang menekankan hati-hatilah dalam memilih teman dalam pergaulan. Bedanya Az zarnuji memang tidak peduli dengan gelar kehormatan,apa lagi gelar akademik, sehingga baginya tidak perlu memaparkan panjang lebar tentang hal itu, hasil riset, apa lagi format power point untuk sekedar bisa diproyeksikan dalam proyektor LCD.
Hati senantiasa menjerit, maersakan perihnya terluka, karena kita senantiasa setiap saat mamanjakan nafsu kita, hidup bukan lagi mazro’atul akhirat, tapi hadits itu direnggut kaganasan nafsu hingga nafsu dengan angkuh berkata life is fun….. ada satu hal yang membuat gelisah pada diri manusia, kejujuran hati. Ia betul kejujuran hati, apa yang terlintas dalam hati itulah fitrah, itulah natural of law ( hukum alam), biar sehebat apapun nafsu berkuasa, tapi rintihan kalbu itu akan tetap terngiang jelas setiap saat……
Give thanks to Allah…
For the moon n the sun..
Prince in more day for world is in what was
Take hold on your iman
Don’t give in to syaitan
Oh you belief please give thanks to Allah….
Allahu Ghofur
Allahu rahiim..
Allahu yuhibbul muhsinin….
Begitu cuplikan teks salah satu sebuah lagu, yang konon sebagian orang mengatakan lagu itu yang dinyanyikan Jacko (Michel Jacson) pasca ia masuk Islam. Dengan keteguhan Iman, dengan senantiasa terus mendeklarasikan diri berperang dengan syaitan, dengan menghidupkan keyakinan bahwa Allahu Ghofur, Allahu Rahiim, Allahu Yuhibbul Muhsisin…..kita harus yakin bahwa kita pasti bisa melawan diri sendiri, kita harus yakin bahwa kita bisa segera terentas dari kubangan-kubangan kepalsuan selama ini……kita harus yakin bahwa ada proses panjang dan berliku untuk sampai pada satu titik kemuliaan.Tersenyumlah dan menangislah, lupa dirilah dan ingatlah, berbohonglah dan jujurlah…………….semua itu ada pada manusia. Perjalanan masih panjang, hormati,fahami,renungi proses panjang kehidupan ini, kareana ia punya sisi nilai mahal tuk mencapai pada satu titik keridhoan-Nya.

By: elfamaria@yahoo.com
[0]

Kamis, 11 Maret 2010

GEJOLAK HATI

Gejolak tak menentu ini kembali datang, bukan rapuh, ragu, psimis apa lagi putus asa. Tapi saya kira ini hanya sebuah siklus yang lumrah menyapa kepada siapapun yang sedang berproses. Karena seluruh rangkaian hidup di dunia ini hanyalah sebuah proses, jadi saya kira selagi paru-paru kita masih berfungsi untuk bernafas, jantung masih berdetak untuk memompa darah, disitu berarti nadi kehidupan masih berdetak dalam diri kita, maka jangan pernah bermimpi untuk menghindar dari berbagai gejolak hati, yang terus menemani kita dalam mengarungi dinamika hidup ini. Suka,duka, tawa, tangis, sedih, senang, cinta,benci,emosi, semua itu akan terus mengiringi kehidupan manusia tak terkecuali siapapun mereka. Saat seperti ini, saat gundah menyeruak dalam kalbu seperti sekarang ini, ceramah KH.Hadzik Mahbub dalam acara maulid nabi di Pondok Cabe,Tangerang (21 Feb.2010) semakin terngiang jelas. Kyai yang alumni Lirboyo sekaligus salah satu menantu dari pendiri NU Hadratussyekh Hasyim Asy’ari itu mengatakan “Hidup itu mahal, namun tidak ada yang mengerti harga mahal hidup itu kecuali mereka yang sudah terbujur kaku di apit oleh dua batu nisan,Sehat itu mahal, namun tidak ada yang mengerti harga mahal sehat itu kecuali mereka yang sedang terbaring di ranjang-ranjang putih rumah sakit”.
Yupz,,,,,,,,TUL.....begitu bisik hatiku saat itu, kemudian imajiku mencoba menafsiri lebih jauh dari kalimat yang dikatakan kyai Hadzik itu. Ohhhhhhh........jadi begitu yah......saya termangu, bahwa untuk bisa merasakan betapa nikmatnya sehat ternyata hadirnya sakit sangat diperlukan disana, owh.... untuk merasakan betapa nikmatnya perut terisi ternyata pengalaman lapar yang menusuk-nusuk (plus tidak punya duit tentunya) sangat dibutuhkan disana, untuk bisa merasakan nikmatnya kemenangan ternyata kekalahan sesekali sangat membantu disana, untuk bisa merasakan betapa mahal harga keutuhan kedua orang tua, ternyata hanya para yatim,piatau,atau para korban perceraian orang tua saja yang bisa merasakan betapa mahalnya keutuhan orang tua dalam sebuah rumah. Dari sini saya juga teringa seorang tokoh, Abyya HAMKA begitu beliau sering disebut namanya, tokoh sentral Muhammadiyyah yang ‘alim itu pernah menulis dalam bukunya “ bagaimana mungkin mereka akan mengasihi orang-orang yang kelaparan, sedang mereka sendiri belum pernah merasakan betapa sakit dan menusuknya rasa lapar, bagaimana mungkin mereka akan menyayangi orang-orang miskin, sedang mereka belum pernah merasakan pahitnya kemiskinian?”. Disinipun saya tertegun dengan tilisan abuyya HAMKA itu, yah....betul sekali Abuyya itu, saya jadi berfikir mundur menerawang jauh membayangkan empat belas abad yang silam di era Rasulullah. Pantas saja Rasul memilih miskin dalam hidupnya, dan ini benar-benar way of life rasul, yapz...ini benar-benar jalan hidup yang dipilih rasul. MISKIN,bukan miskin karena terpaksa menggapai kaya tidak kesampaian, rsaul berulang kali ditawari gunung uhud akan beruabah menjadi emas kalau rasul mau, tapi rasul memang memilih miskin sebagai pilihan hidupnya, sampai-sampai rasul bermunajat, bertengadah dan berdo’a
“Allahumma Ahyinii Miskiinan, wa Amitnii Miskiinan,Wahsyurnii Fii Zumrati
al Masaakiina Yauma al Qiyaamati”
Ya Allah..hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, serta kumpulkanlah aku besok dihari kiamat bersama golongan orang-orang yang miskin.
Mengutip hadits itu, saya jadi teringat dengan Gus Mus sapaan akrab Dr.KH. Musthafa Bisri,pengasuh pondok pesantren Raudlatut Thalibin Rembang Jateng, beliau pernah diundang ceramah oleh Pondok Pesantren Terpadu Arrisalah Lirboyo Kediri ( maaf tahunnya lupa, bisa konfirm tuh ke Arrisalah), Gus Mus menceritakan dihadapan ribuan hadirin yang hadir memadati Aula Al Muktamar Lirboyo, termasuk ada ratusan para kyai disana, bahwa rasul pernah berdoa: “Allahumma Ahyinii Miskiinan, wa Amitnii Miskiinan,Wahsyurnii Fii Zumrati al Masaakiina Yauma al Qiyaamati”, Gus Mus dengan logat dan gaya beliau yang khas menantang hadirin ( termasuk ratusan para kyai tentunya) , sekarang saya mau tanya, siapa hadirin yang berani bermunajat berdoa seperti doanya rasul tadi???????
Hahahahahaha.......( dalam hati saya) saat itu saya tersenyum kecil, tapi hati saya tertawa terbahak-bahak,lucu kah??, saya benar-benar tergelitik, Gus Mus selalu ada yang sensasional menurut saya, disitulah harkat ke-kyai-an para kyai ditanyakn ulang oleh hati mereka masing-masing tentunya, karena ini urusan personal masing-masing para kyai dengan Allah, tidak berhak seseorang menghakimi, menjustis, atas jalan hidup yang dipilih oleh orang lain. Karena begitu banyak hal yang tampak dimata, tapi sebenarnya bukan itu sebenarnya yang terjadi. Disinilah pentingnya ber husnudzan, berpositif thingking pada orang lain, sampai-sampai al maghfurlah KH. Marzuki Dahlan salah satu diantara Tiga Tokoh legendaris Pondok Pesantren Lirboyo berwanti-wanti ( pesan dengan amat sangat) pada para santrinya untuk tetap menjaga husnudzan pada orang lain, sampai-sampai kalau ada muda mudi berdua dalam satu becak sekalipun, kita harus berhusnudzan kalau mereka adalah pasangan suami istri (bukan pacaran), (lho...?pacaran dosa tah kang??) (Tanyakan saja pada hati kita yang paling dalam).
Rasul memang pemimpin sejati, beliau tidak hanya berretorika belaka, beliau menyeru santunilah anak yatim, beliau juga mersakan sendiri betapa rindunya seorang anak yatim terhadap keutuhan kasih sayang dari kedua orang tua secara utuh, betapa ada rintihan psikologis bagi mereka-mereka yang hidup ditakdirkan dalam keadaan yatim, beliau menyerukan bersedakah, zakat, terhadap kaum fakir miskin, beliau juga merasakan sendiri betapa sakitnya rasa lapar itu, betapa banyak hal yang tidak bisa terjangkau oleh fakir miskin walau mungkin itu hal yang dianggap sepele oleh mereka-mereka yang ketepatan ditakdirkan Allah dalam keadaan berkecukupan.
Dus.......nikmati saja apa yang sedang terjadi sekarang, sembari meraba pada diri sendiri, sudah over kah rasa sombong kita dengan apa yang ada disisi kita, cantik, ganteng, pinter, genius, atau sejuta prestasi maupun prestise yang berhasil kita usung??? Maka siap-siaplah kita untuk menangis -tangisan darah bahkan- karena penyesalan atas keangkuhan kita yang pada hakikatnya itu adalah kebodohan kita yang amat nyata. Dan siapapun yang sekarang dalam posisi pahit, terhimpit, hadapi saja dengan keluasan sanubari, toh malam tak selamanya bersemayam, berthanlah rintihan doa disaat-saat seperti itu sungguh sangat nikmat rasanya, dan Allah sangat suka atas keintiman kita dengan-Nya.
Akhir tulisan, apapun tidak ada yag perlu dirisaukan dalam hidup kita ini, kecualai kualitas akhlak kita dengan sesama yang arogan, atau kualitas akhlak kita dengan Tuhan yang tak tahu diri atas kerendahan kita disisi-Nya.

Ciputat, 11 Maret 2010

Senin, 08 Maret 2010

Duh Gusti....

Duh Gusti...
Dua kata yang mengekspresikan keluh kesah...yah keluh kesah seorang hamba yang kecil pada dzat yang maha agung, keluh kesah seorang hamba yang lemah pada dzat yang maha kuat, keluh kesah seorang hamba yang membutuhkan pada dzat yang mencukupi segala kebutuhan...
Duh Gusti...
Saya dibuat letih dengan melihatnya,
penglihatan yang penuh dengan ketidak pastian,
penglihatan yang membuang energi,
penglihatan yang penuh dengan kewas-was-an

Duh Gusti....
Mau kemnakah sebenarnya alur drama kehidupanku ini akan Engkau arahkan...
aku tak mengerti...
aku bingung..
aku lelah....
namaun aku akan tetap menjalani...
menjalani apa yang Engkau titahkan pada kami
termasuk titah hati yang semakin tak menentu ini..
fathullah area
Ciputat, 08 Maret 2010
buatmu:purnamaku

Senin, 01 Maret 2010

Judul: Prof. Dr. Wahbah Zuhaili ke Lirboyo

"Sekitar tanggal 18-21 Maret, Insyaallah Prof. Dr. Wahbah Zuhaili (ulama besar dari Syria) akan berkunjung ke Pesantren Lirboyo. Kepastian tanggal masih menunggu konfirmasi dari pihak Pesantren. Kunjungan beliau, selain dalam rangka silaturahmi juga untuk lauching buku Fiqih Imam Syafi'i (terbitan Almahira) karya beliau yang diterjemahkan dan diedit oleh santri alumni Lirboyo yang tergabung di FORMAL (Forum Mahasiswa dan Santri Alumni Lirboyo)."

Rabu, 17 Februari 2010

Mekkah, Madinah, Titik Pusat Peradaban Bumi dan Langit

Judul buku : MEKKAH; Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim & MADINAH; Kota Suci Piagam Madinah dan Teladan Muhammad Saw.
Penulis : Zuhairi Misrawi
Penerbit : KOMPAS
Terbit : Agustus 2009 & Nopember 2009
Tebal : xviii+374 halaman & xxiv + 488 halaman
Resensi oleh : Muslih Fathoni

Mekkah dan Madinah, adalah dua kota bersejarah yang sangat disucikan umat Islam. Keduanya memang mempunyai daya tarik tersendiri untuk dikenali lebih dalam. Apa sebenarnya yang membuat kedua kota ini menjadi istimewa. Melalui berbagai pendekatan, Zuhairi Misrawi, intelektual muda NU, mencoba mengajak kita untuk berkenalan dengan dua kota agung ini. Tidak tanggung-tanggung, tokoh muda ini meluncurkan dua buku sekaligus untuk menuntaskan hasrat keingin tahuan kita.
Bukunya yang pertama, MEKKAH; Kota Suci, Kekuasaan dan Teladan Ibrahim, mengajak kita berjalan lebih jauh menyusuri potret kota Mekkah secara lebih utuh. Dalam buku ini, diperkenalkan kota Mekkah dari sisi geografis, kondisi sosial pra-Islam, hingga Mekkah di era Modern. Kita juga diajak merenung bahwa ternyata Mekkah mempunyai hubungan yang dekat, dan cukup erat dengan agama-agama samawi yang ada di planet ini. Seluruh agama samawi memiliki keterkaitan sejarah dengan kota ini.
Yahudi dan Kristen adalah dua agama yang mempunyai kaitan geneologi dengan Ishaq. Sedangkan Islam mempunyai garis geneologi pada Isma’il. Ishaq dan Isma’il adalah dua putra Ibrahim yang lahir dari rahim ibu yang berbeda. Dengan demikian, ketiganya bertemu pada titik Ibrahim.
Mekkah memang merupakan kota tua yang mempunyai sejarah panjang. Al-Razi (1993) dalam tafsirnya menjelaskan, Mekkah pra-Islam adalah tempat yang banyak dikunujungi oleh orang luar. Di antara hal yang menjadi daya tarik kota Mekkah ialah ka’bah. Sebuah bangunan yang berbentuk kubus dan dijadikan sebagai pusat peribadatan. Abrahah datang ke Mekkah dengan sejumlah tentaranya berniat untuk menghancurkan tempat itu dengan tujuan mengalihkan perhatian orang-orang agar datang ke gereja yang dibuatnya di Yaman. Gereja tersebut dikenal dengan nama “Ecclesia”, tetapi misi itu gagal total, karena tiba-tiba datang sekelompok burung yang menggagalkan misi itu. Cerita ini sangat familiar di kalangan umat Islam, karena tragedi ini diabadikan dalam al-Qur’an surat al-Fiil:1-5.
Adanya ka’bah yang terletak di kota Mekkah ini memang menjadi pusat perhatian tersendiri. Umat Islam di seluruh penjuru dunia, diwajibkan melakukan shalat lima kali dalam sehari. Dalam shalat umat Islam diharuskan menghadap pada arah kiblat. Kiblat itu tidak lain adalah ka’bah di kota Mekkah. Di kota Mekkah ini, tepatnya di depan ka’bah, umat Islam sedunia melakukan thawaf bersama ketika melakukan ibadah haji atau umrah. Ka’bah menjadi simbol pemersatu umat Islam sedunia, pada titik ini umat Islam sejenak melupakan aspek-aspek perbedaan pendapat, yang pada tataran tertentu telah mencabik-cabik ukhuwah (persaudaraan) umat Islam itu sendiri. Ka’bah memang mempesona, dilirik dari sudut pandang manapun juga.
Sementara pada buku kedua, yang berjudul MADINAH; Kota Suci Piagam Madinah dan Teladan Muhammad Saw., Zuhairi menyodorkan kepada pembaca untuk memahami sebuah fakta bahwa nilai-nilai dasar demokrasi yang terbuka dan toleran telah diperkenalkan, dipraktekkan, bahkan dikokohkan oleh Rasulullah melalui Piagam Madinah. Betapa Muhammad Saw. sangat menghormati perbedaan dan tidak mengedepankan ego ke-kami-annya. Muhammad saw. mau menggunakan pendekatan ke-kita-annya walaupun power sistem sedang berpihak kepadanya.
Madinah juga menarik untuk dikaji karena, ia mempunyai nilai sejarah yang agung terkait hijrahnya Rasulullah dari kota kelahiran menuju kota ini. Walaupun Muhammad berstatus pendatang di kota ini, namun dalam perjalanannya, Madinah justru diidentikkan dengan Muhammad Saw. Hal ini tentunya karena Muhammad memang telah berhasil mengukir dan menorehkan sejarah dengan tinta emas di kota ini. Bukti paling konkrit atas peran Muhammad saw. di kota ini adalah, lahirnya Piagam Madinah, yang menandakan lahirnya sebuah zaman baru pada masa itu. Di mana kepemimpinan berdasarkan kesepakatan bersama, dan seorang pemimpin merupakan simbol dari kepemimpinan kolektif. Penghargaan yang tinggi terhadap Pluralitas. Bertolak dari tonggak sejarah ini telah melahirkan pula inspirasi bagi negara-negara yang mayoritas muslim untuk membangun negaranya dengan pondasi demokrasi.
Membaca kedua buku karya Zuhairi Misrawi ini, akan serasa menyelami dua kota suci Mekkah dan Madinah melalui pendekatan regresif dan progresif. Sesekali angan kita ditarik mundur kebelakang menengok sejarah sejak zaman pra-Islam, namun sesekali kita juga didorong untuk melompat dengan disuguhkannya informai-informasi tentang Mekkah dan Madinah di era modern ini. Pendekatan yang digunakan dalam buku ini juga terbilang unik. Jika pada umumnya sejarawan muslim mencoba melihat kedua kota ini melalui pendekatan teologis, sedangkan orientalis mencoba melihat dari segi sosiologis-antropologis, maka buku ini mencoba memadukan antara dua pendekatan tersebut. Dan hasilnya, kedua buku ini mencoba menawarkan cara keberagamaan yang tetap terikat pada unsur langit (ketuhanan), namun tidak harus me-nomor dua-kan pergulatan sosial mewarnaianya, sebagai bagian unsur bumi yang tampak dan nyata pada masanya.
Buku sebenarnya telah menyajikan ulasan yang cukup utuh. Hanya saja, kedua buku ini sepertinya masih bingung menentukan statusnya sebagai buku ilmiah atau buku populer. Ini terlihat dari banyaknya referensi yang dipakai. Namun, agar tidak tampak sebagai buku ilmiah, catatan kaki sengaja dihilangkan untuk menghilangkan kesan buku ilmiah. Di beberapa bagian, terlihat adanya kecelakaan tulisan, sehingga mengurangi alur kenikmatan bacaan. Namun dengan diterbitkannya kedua buku ini, dengan pendekatan yang dipakainya, paling tidak sudah dapat mengambarkan kapada kita kedua kota suci ini secara lebih utuh. Tidak dimonopoli tinjauan teologis.
Ka’bah sebagai pusat kosmos spiritual, serta satu-satunya kiblat ibadah umat Islam, dan Madinah yang telah memperkenalkan nilai-nilai kebersamaan dalam keberagamaan, keberbangsaan, dan kebernegaraan telah memberikan kepada kita pelajaran yang berharga. Selanjutnya, adalah tugas kita menjaga nilai-nilai yang telah diajarkan Mekkah dan Madinah, terutama untuk bangsa kita saat ini bukan? [ ]

Selasa, 16 Februari 2010

KH. CHALWANI

Kyai Chalwani waktu nyantri di Lirboyo mondok di Kyai Marzuqi. Santri lirboyo sudah ada sekitar 2000-an, yang di madrasah jumlahnya enamratus lebih dan yang ngaji saja sekitar tujuhratus lebih, itu jumlah total baik yang di Induk maupun di HM. Di pondoknya Kyai Mahrus sekitar limaratusan dan didominasi oleh anak Cirebon dan Brebes.
Di mata KH. Chalwani, Kyai Marzuqi Dahlan merupakan figur pesantren yang sebenar – benarnya, yang benar - benar tampil dua puluh empat jam. Istilahnya Kyai Chalwani bisa disebut “ al ma’had al hakiki ”. Kyai Marzuqi juga sangat keras dalam aturan. Ketika ada kejadian yang melanggar syari’at atau ada santri yang nakal, beliau langsung mendatangi kamarnya sambil gedok – gedok atau ketok – ketok pakai tongkat sehingga santri – santri pada kabur semuanya. Berbeda dengan Kyai Abdul Karim yang ketika ada santri yang sa’karepe dewe (seenaknya sendiri) didiamkan saja. Karena Kyai Abdul karim orangnya sangat santai sekali. Pernah ada santri yang melanggar aturan, terus di ta’zir (digundul atau digrujud ) Kyai Marzuqi menunggui ta’ziran tersebut sambil ngendika kepada santri yang di ta’zir ” niku meripate sampean...niku disabuni, damel ningali gudang garam mawon....”.
Kyai Marzuqi paling tidak suka santrinya belajar semacam ilmu hikmah seperti kitab syamsul ma’arif dan Kyai mengajarkan kepada para santri agar selalu bersikap husnudzonan. Bahkan misalnya ketika ada sepasang lelaki dan perempuan dalam satu becak. Kita harus tetap berhusnudzon kalau itu adalah istrinya. Meskipun dalam kenyataannya itu bukan istrinya. Sehingga dengan itu kita tidak akan mendapat kesalahan dari Allah dan kesalahan hanya terletak kepada mereka sendiri.
Yang terkesan dari Kyai Marzuqi, ketika ada santri yang izin pulang, beliau biasanya mendo’akannya semoga bermanfaat sambil ngendiko “ kulo sak anak putu kulo, nyuwun di dungoaken nggeh”( saya dan anak cucu saya, mohon didoakan ya).
Kyai Marzuqi merupakan tipe kyai yang dakwah bil hal, sangat syar’i dan khumul. Beliau tidak pernah mau menampakkan kemampuan dan amaliyahnya. Sehingga sangat sulit untuk diungkapkan dan dijelaskan secara teoritis. Kyai Marzuqi juga jarang banyak bicara dan guyon. Masalah penampilan pun jarang beliau perhatikan. Bajunya seenaknya sendiri dan terkadang kancingnya juga tidak pas.
Selain itu, beliau juga tampak sangat lugu. Ketika ngaji beliau hanya membaca atau memaknai saja, jarang sekali beliau cerita – cerita dan itupun maknainya tidak bernada. Begitu juga saat beliau mengimami shalat, surat alfatihah dan surat - surat lainnya juga dibaca biasa saja mengalir apa adanya tanpa bernada lagu. Keluguan beliau juga tampak saat ada tentara yang datang ke kediaman beliau dengan pakain tentara yang lengkap dengan pangkatnya. Tiba – tiba Kyai Marzuqi menunjuk pangkat yang tertempel di baju tertara itu sambil berkata “ niku nopo niku...”. Malah yang terjadi tentara itu ketakutan.
Sepanjang yang diketahui Kyai Chalwani, ilmu tashawuf yang didalami oleh Kyai Marzuqi mengikuti kepada Al Ghozali. Karena Al Ghozali di bidang syar’i sangat keras walaupun akhirnya Al Ghozali berguru kepada muridnya yang kealimannya masih dibawahnya.
Kabar berita yang tersebar mengenai kehebatan Kyai Marzuqi, Kyai Chalwani mengungkapkan konon ketika ada santri lirboyo yang membunuh PKI, yang notabene anak PKI itu KKO. Lalu akhirnya Lirboyo diserbu beberapa truk sama KKO. Mereka bawa bedil dan KKOnya mau membunuh Kyai Marzuqi. Kemudian dituntunlah Kyai marzuki, begitu senapannya diarahkan ke Kyai Marzuki yang terjadi senapannya tidak berbunyi. Tetapi kalau ditembakkan ke arah lain, senapan itu berbunyi. Sampai – sampai Kyai Mahrus keluar dengan membawa pistol dan gus- gusnya pada sembunyi di dapur atas.
Untuk khotib jum’at di pondok Lirboyo, biasanya gantian antara Kyai Marzuqi dan Kyai Mahrus. Namun biasanya Kyai Mahrus yang sering mengisi.
Lain hanya dengan KH.Mahrus Ali, menurut Kyai Chalwani Kyai Mahrus termasuk imamah wathoniyah. Disamping sebagai tokoh pesantren, beliau orang yang nasionalis. Semua tokoh masyarakat sangat segan terhadap Kyai Mahrus, karena memang kharismanya yang sangat luar biasa. Kyai Mahrus namanya begitu menjelit ketika mobinya jatuh ke sungai Bengawan Solo di daerah Langitan - Tuban. Mobil tenggelam di sungai berkisar kurang lebih 6 jam-an lalu ketika diderek diangkat ke tepi jalan dan pintu mobil dibuka, Kyai Mahrus keluar dari mobil masih ngrokok seperti biasa. Didalam mobil itu, selain Kyai Mahrus juga ada Kyai Halimi Turmudzi dan H.Syukur yang sebagai sopirnya dan semuanya selamat. Setelah itu, Kyai Mahrus sangat terkenal, diliput di surat kabar dan majalah – majalah. Terkenal julukan” Kyai Water Power Anti Air”.
Kyai Chalwani pernah ngaji ke Kyai Mahrus kitab lathoif al isyarat. Dan yang membuat beliau heran terhadap Kyai Mahrus, saat Kyai Mahrus cerita tentang gurunya Kyai Dalhar Watu Congol, Kyai yang kalau ngaji tidak pernah dimaknai, hanya sekedar dibaca dan juga tanpa keterangan. Kyai Mahrus justru bilang “kalau ada kyai yang mengajarkan mantiq seperti Kyai Dalhar, saya mau ngaji lagi”. Jadi Kyai Mahrus merasa faham mantiqnya berasal dari ngaji ke Kyai Dalhar Watu Congol itu. Selain Kyai Dalhar, kyai yang terkenal ngaji tidak dimaknai dan diberi keterangan ada Kyai Kholil Bangkalan dan Kyai Abdul Karim. Tapi santrinya malah alim – alim. Makanya ketika Kyai Chalwani awal – awal menjadi kyai dirumah, tidak bisa menjawab soal yang di ajukan rombongan mahasiswa UII Jogjakarta yang datang ke rumah beliau menanyakan perihal Kyai Dalhar kalau ngaji memakai metode apa sehingga santrinya bisa alim – alim padahal kalau mengaji tidak memakai makna dan keterangan.
Kyai Mahrus selain figur yang kharismatik dan luar biasa, dalam masalah penampilan beliau juga selalu tampil elegan. Pakaian yang dikenakan juga tampak mewah. Ketika orang – orang jam tangannya cuma bermerk rado yang harganya 40 ribu-an, Kyai Mahrus jam tangannya sudah bermerk rolek yang harganya 3 juta-an.
Menurut pandangan Kyai Chalwani kalau Kyai Marzuqi dari sisi tashawuf cenderung ke Al Ghozali dan kalau Kyai Mahrus cenderung ke Syekh Asyadzili. Karena Syekh Asyadzili walaupun shufi tetapi beliau kalau mengimami shalat bajunya selalu ganti. Kalau mengimami shubuh sorbannya sendiri, sandalnya sendiri, dan pakainnya sendiri nanti kemudian waktu shalat dhuhur pakaiannya Syekh Asyadzili ganti lagi. Dan dari hizib – hizibnya Kyai Mahrus rata – rata juga memakai hizibnya Syekh Asyadzili.
Mengenai fatwa santri dilarang ngaji kitab ingkang dereng pangkatipun merupakan fatwa dari Kyai Marzuqi dan Kyai Mahrus. Kemudian larangan mengamalkan sholawat wahidiyah disepakati dan ditandatangani oleh tiga kyai yakni Kyai Mahrus Ali, Kyai Marzuqi Dahlan dan KH. Syafi’i Marzuqi yang merupakan rois syuriah NU cabang Kediri, hafidz qur’an, dekan Fakultas Syariah Tribakti dan mantan bupati Kediri serta salah satu pendiri Tribakti.
Waktu Kyai Chalwani mondok di Lirboyo, beliau di titipkan ke Kyai Mahrus. Sehingga Kyai Mahrus kalau ketemu Kyai Chalwani sering ngendika “ chalwani...lak ora iso ngganti ramamu, kali Brantas asat..”. Artinya sungai brantas yang begitu besar dan sangat bermanfaat bagi masyarakat kalau sampai tidak ada airnya maka kali Brantas juga tidak ada gunanya , berarti Kyai Chalwani tidak ada manfaatnya kalau tidak bisa menggantikan posisi orang tuanya. Dan Kyai Mahrus ngendika seperti itu berkali – kali. Walaupun dulunya mondoknya di Kyai Marzuqi tapi ketika berangkat dari rumah atau mau pulang ke rumah beliau pasti showan ke Kyai Mahrus. Waktu sudah di rumah beliau pernah lenggah membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Jaelani, kemudian Kyai Mahrus mendatangi dalam mimpi beliau dan mengingatkannya. Waktu Kyai Chalwani menikah Kyai Mahrus juga bisa menghadiri acara walimahnya.
Sepengetahuan Kyai Chalwani, Kyai Mahrus berpedoman “Assiyasah! wa man lam ya’rif assiyasah akalahu assiyasah”. Dan pesan Kyai Mahrus yang selalu terngiang sampai sekarang yang biasa beliau sampaikan setiap awal tahun lirboyo waktu acara ta’arruf di serambi masjid yaitu “Alaa inna likulli syai’in qimah # waqiimatul mar’i maa ya’lam bukan al ilmu tapi maa ya’lam, al ilmu inna maa hashluhu bitta’allum laa bil muthola’ah”. Jadi ilmu dihasilkan dengan merdi-merdi ngaji, berbeda dengan kata muthola’ah. Muthola’ah itu harus orang yang sudah benar-benar alim sekelas Kyai Mahrus. Kalau kita - kita ini harus mengaji dengan guru. Maka akan sangat fatal sekali apabila belajar ilmu hanya membaca dari buku tanpa guru. Alhasil al ilmu bitta’allum laa bil muthoola’ah.
Kemudian pesan Kyai Mahrus lagi “ laa budda min thoolibil ilmi min ayyakuuna lahu syaikhun fattah wa kutubun shhihah wa aqlun rojah”. Dan pesan Kyai Mahrus untuk para pemuda supaya semangat belajar yang biasa disarikan dari kitab ihya” wa maa utiya al aalima ilman illa ghossaat “ Seorang alim tidak akan dikaruniai ilmu kecuali selagi ia masih muda”. Maksudnya ilmu itu masuknya ketika masih muda, kalau sudah tua cuma pengembangan dan menerangkan saja tetapi ilmunya tidak bertambah.
Kyai Chalwani juga mendapat ijazah dari Kyai Mahrus ketika showan setelah beliau menjadi alumni yakni ijazah tawashul yang Kyai Mahrus peroleh dari gurunya yaitu Mbah Dalhar Watu Congol. Sebelumnya ditanya terlebih dahulu “ koe kabeh nek rampung tahlil ziarah maqom wali, maqom ulama, piye doa tawasule?ngene iki tawasule, ojo dicatet! “Yaa shoohiba haadzihil maqbaroh inni atawassalu bika ilaallahi ta’ala fii qodoo’i haajatii....” lalu sebutkan hajatmu. Kata Kyai Mahrus kalau kamu dimaqom wali sebutkan saja nama shohibul maqbarohnya, contohnya kalau kamu dimaqom Sunan Kalijogo sebutkan saja ” yaa shoohiba haadzihil maqbaroh Raden Syahid Sunan Kalijogo” .Maka ketika selesai ziarah dimanapun Kyai Chalwani tidak pernah lupa membaca itu.

Sabtu, 06 Februari 2010

GILA

GILA, benarkah aku sedang gila? atau jangan-jangan selama ini aku belum mengerti arti waras?ah…tapi saat ini saya merasa pusing dengan kedua sisi itu? apa orang gila juga bisa merasakann pusing sebagaimana yang kurasakan saat ini? kalau ia?wah…sungguh aku semakin berpotensi dimasukkan dalam kategori itu. Tapi apakah benar kawarasan yang dituju dalam hidup ini?atau kebahagiaan?apakah manusia lebih memilih waras meskipun jauh dari bahagia?, atau pilih gila yang penting bahagia?atau menolak keduanya? Akhirnya ada benarnya juga kata budayawan, Gusmus, “Aku harus bagaimana, atau kau ini bagaimana?”.
Entahlah, kalau toh benar saya sedang gila, biarlah saya menikmati kegilaanku ini, kalau barometer gila dan waras ada pada rasa malu, toh sekarang sudah hampir semua manusia melepas tirai malu itu.Life is fun, begitu kira-kira motto mayoritas orang-orang zaman sekarang. Kalau sudah tidak ada pembeda, kenapa harus berteriak ada perbedaan?bukankah jujur lebih mendatangkan ketenangan, walau kadang pahit dirasakan?
Dalam kebingunganku-atau kalau lebih jujurnya dalam kegilaanku saat ini-, saya sering dibuat senyum-senyum sendiri hanya karena membaca satu baris tulisan kecil , kiriman sms dari bocah belia itu , ikut sorak sorai dalam cloteh mungil anak-anak belia, sesekali aku ikut bermain dalam kebocahan mereka, entah karena masa kecilku kurang bahagia, atau saya telah jenuh dengan kemunafikkan orang-orang dewasa.Tulusnya, ke-apa ada-annya, cloteh lucunya, ledek manjanya, wah aku suka semua produk alam itu…..
Yang jelas damai ada kurasa, tenang mengalir dalam jiwa dalam kegilaanku ini.Kalau memang gila yang saat ini sedang dipilhkan olehNya untukku, saya kira tak ada alasan untuk aku menampiknya….
mybaby….thanks a lot for you, kau telah bangunkan aku dari tidur panjangku, kau telah gilakan aku dari warasku,kau telah ceriakan aku dari kusutku,kau telah suntikkan kekuatan pada kelemahanku……
wueleh….mbuh kang…ra mudeng…..sami cak….!!!!

Sabtu, 23 Januari 2010

Memahami Ruang Lingkup Kajian Tafsir Hadis

Hal utama yang harus diketahui oleh pemerhati kajian Tafsir Hadis adalah upaya untuk memahami lingkup akademik yang dicakup oleh istilah “Tafsir Hadis”. Dengan bekal pemahaman yang baik tentang makna “Tafsir” dan “Hadis”, maka seorang peneliti akan dengan mudah mampu menentukan garis margin genre “tafsir” dan “hadis” dalam hubungannya dengan cakupan kajian Islam secara umum. Dengan memahami ruang lingkup akademik seorang peneliti juga akan mampu merumuskan tema permasalahan yang menjadi perhatian utamanya untuk dibahas. Dalam memenuhi tujuan tersebut, pembahasan ini dimulai dengan ulasan seputar definisi kata “tafsir” dan “hadis”. Melalui dasar analisis harfiah dan terminologis makna “tafsir” dan “hadis”, pembahasan akan diteruskan dengan membagi substansi materi kajian tafsir hadis ini ke dalam beberapa kelompok besar kajian spesifik yang menjadi konsentrasinya.

Terkait dengan dua kata kunci yang membentuk nama Tafsir Hadis, maka pengertian kedua kata itu akan diurai terlebih dahulu satu per satu secara terpisah, baru kemudian dilanjutkan dengan analisis, atau paling tidak asumsi, yang mendasari penyebutannya sebagai dua karakter menandai paralelisme maupun juktaposisinya yang sepadan. Kata tafsir secara umum dirujuk sebagai upaya interpretasi, tidak melulu tentang al-Qur’an, tetapi lebih merupakan padanan kata “syarh” dalam bahasa Arab, yang berarti penjelasan. Meskipun akar kemunculan kata ini dalam tradisi penafsiran al-Qur’an tidak terlalu jelas, akan tetapi secara generik dapat dipahami bahwa Tafsir al-Qur’an adalah sebutan untuk karya yang menyajikan interpretasi ayat-ayat al-Qur’an dari teks bahasa Arabnya (A. Rippin, “Tafsir” dalam The Encyclopaedia of Islam, vol. X, 84a).

Penelusuran terhadap makna kata “tafsir” melalui analisis harfiah maupun terminologis seperti yang diberikan oleh beberapa sarjana Islam menyajikan kompleksitas tersendiri yang semakin melebarkan maknanya menjadi istilah bagi kajian al-Qur’an secara umum yang tidak terbatas pada aspek interpretasi saja. Secara bahasa, makna kata tafsir dapat ditelusuri dari susunan morfologisnya, di mana akar kata ini bisa dirujuk baik melalui bentuk dasar f-s-r maupun bentuk sungsang s-f-r, yang sama-sama merujuk pada makna “penyingkapan” sesuatu dari ketertutupannya (Ibn al-Manzhur, Lisan al-‘Arab, v, 3412-13; E.W. Lane, The Arabic English Lexicon, 1, 1370). Gagasan primer yang mengusung pengertian harfiah kata ini nampaknya mengacu kepada tradisi hermetik pada peradaban Yunani yang mencakup aktivitas yang menandai fungsi Hermes baik dalam perannya sebagai pembawa wahyu dari Tuhan kepada manusia, maupun juga dalam memberikan penjelasan tentang makna wahyu tadi (Abu Zayd, Mafhum al-Nass, hal. 253). Kaitan konsep ini dalam tradisi keilmuan Islam, menurut Abu Zayd, dapat dilihat pada sebutan malaikat pembawa wahyu sebagai safara yang memiliki karakter mulia dan berbakti (al-kiram al-barara) (QS. 80:15-16).

Dengan semakin mapannya kajian keislaman, kata tafsir menemukan kompleksitasnya sebagai sebuah istilah akademik yang tidak hanya mencakup makna dalam lingkup aspek penjelasan terhadap al-Qur’an, tetapi lebih merupakan istilah bagi disiplin keilmuan yang terkait dengan kajian al-Qur’an secara umum. Kesan akan kompleksitas makna tafsir secara terminologis dapat dilihat dalam definisi yang Abu Hayyan, yang memaknai tafsir sebagai “ilmu yang membahas tentang tatacara melafalkan ayat-ayat al-Qur’an, makna dan hukum-hukumnya baik yang berdiri sendiri (ifrad) maupun yang terbentuk dalam sebuah struktur kalimat (tarkibiyyah), juga makna-makna yang ditunjukkan oleh sebab bentukan sintaksis tadi serta segala kelengkapan yang terkait dengan itu.” (Suyuti, Itqân, ii, 174) Oleh karenanya, bila kita berpijak pada definisi makna “tafsir” yang begitu kompleks, maka secara generik kita dapat mengatakan bahwa kata “tafsir” sudah bisa mewakili kajian multi-disiplin terhadap al-Qur’an seutuhnya, yang sebagai konsekuensinya lingkup kajian ini tidak melulu dibatasi pada upaya untuk memberikan penjelasan terhadap makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat al-Qur’an, tetapi juga termasuk tata cara melafalkannya dan aspek-aspek akademik lain yang berkenaan dengan al-Qur’an atau populer disebut dengan istilah ‘ulûm al-Qur’ân (lihat Subhi al-Salih, Mabahis, 121).

Sementara itu, kata hadîst dipahami sebagai istilah yang merujuk pada segenap tradisi yang berasal dari Nabi Muhammad SAW. Kata lain untuk istilah ini adalah sunnah, meskipun ada beberapa perbedaan pemahaman tantang makna istilah yang terakhir dalam pandangan para ulama muslim, seperti kata sunnah yang dipahami ahli fiqh sebagai karakter perbuatan yang derajatnya berada diantara wajib dan mubah; sementara ahli hadis memaknainya sebagai tradisi yang terkait dengan Nabi Muhammad, baik ucapan, perbuatan, ataupun ikrar dan sifat-sifatnya, sementara ulama wa’d wa al-irsyad memahami sunnah sebagai lawan dari bid’ah (lihat Muhammad Muhammad Abu Zahw, al-hadis wa al-Muhadditsun, 10). Secara literal hadis berarti sesuatu yang baru, lawan dari kata qadîm (kekal). Kata hadis diberikan kepada setiap percakapan manusia yang dihasilkan baik melalui proses mendengarkan maupun pewahyuan, dalam keadaan terjaga ataupun bermimpi. Bersadarkan makna harfiah tersebut, Allah menantang kaum Quraisy untuk mendatangkan “hadis” yang sebanding dengan al-Qur’an (QS. 52:34). Makna ini juga mencakup percakapan-percakapan tentang apa yang terjadi dalam mimpi (QS. 12:101), di mana Yusuf menjadi seorang ahli yang mampu menguaraikan maknanya.

Lepas dari ragam makna yang diberikan secara istilahi terhadap kata sunnah, istilah hadîts lebih sepi dari kontradiksi. Menurut para muhadditsûn hadis didefinisikan sebagai ucapan, perbuatan, ikrar, maupun sifat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Bila kemudian ditilik bahwa semua pernyataan Nabi Muhammad SAW tidak keluar dari wahyu, maka hadis juga diyakini berasal dari wahyu Allah SWT. Secara kategoris, hadis merupakan wahyu yang diterima oleh Nabi SAW di luar lingkup generik yang disebut dengan nama al-Qur’an. Wahyu yang dimanifestasikan dalam bentuk hadis diyakini maknanya berasal dari Allah, tetapi redaksinya merupakan perkataan Nabi Muhammad sendiri. Begitupun ijtihad yang diambil oleh Nabi SAW sebagai hasil pemahamannya atas al-Qur’an, diyakini pula sebagai sebuah proses yang menyertakan wahyu sebagai sumbernya (Lihat Qattan, Mabahis, hal. 27). Atas dasar makna terakhir inilah hadis memiliki keterkaitan erat dengan tafsir sebagai penjelasan atas al-Qur’an. Dalam hal ini, kajian tentang hadis selain terkait dengan substansi pernyataan (matn) baik dalam bentuk ungkapan, perbuatan, ikrar atau sifat yang disandarkan kepada Nabi SAW, hadis juga terkait dengan aspek periwayatan (sanad), otoritas pribadi yang menyebutkan siapa-siapa saja yang berpartisipasi menyampaikan berita tersebut sampai kepada perawi terakhir yang menuliskannya di dalam kitab-kitab hadis. Untuk itu, kajian hadis selalu saja terkait dengan dimensi keilmuan yang cukup beragam. Termasuk dalam ragam ilmu hadis ini adalah kajian tafsir al-Qur’an pada awal perkembangannya, di mana penjelasan Nabi SAW tentang ayat-ayat al-Qur’an yang tertuang baik dalam bentuk pernyataan lisan maupun perbuatan termasuk ke dalam kategori hadis, sehingga penafsiran al-Qur’an jenis ini —termasuk di dalamnya tafsir yang dinilai sebagai hasil-hasil ijtihad Nabi SAW terhadap persoalan yang tidak ditemukan jawabannya di dalam al-Qur’an— banyak dituangkan dalam kitab-kitab hadis. Sebagai contoh, lihat misalnya Bukhari dalam Sahih-nya memberi judul kitab pembahasan no.45 dengan tajuk “kitab tafsir al-Qur’an” yang memuat 394 bab. Dalam tiap babnya ia menyertakan satu atau lebih hadis yang terkait dengan sebuah tema khusus. Muslim juga memasukkan pembahasan tentang tafsir dalam kitab Sahih yang disusunnya pada kitab terakhir (no. 56), meski dengan jumlah hadis yang lebih sedikit, yaitu 33 buah hadis saja. Tata urutan yang lebih sistematis diberikan oleh Tirmidzi dalam kitab Sahih-nya. Pada urutan pembahasan (kitab) no. 44, ia memberi judul “Tafsir al-Qur’an” yang memuat 93 bab. Bab-bab ini diurutkan berdasarkan tata urutan surat-surat al-Qur’an (kecuali beberapa surat pendek di juz terakhir), dengan jumlah hadis yang bervariasi: surat-surat panjang dibagi dalam sub-pembahasan yang cukup banyak, sementara surat pendek menampilkan minimal satu sub-pembahasan. Selain Tafsir, Tirmidzi dalam sahih-nya juga memuat kitab khusus tentang Qira’at dan Keutamaan al-Qur’an (kitab no. 42 dan 43). Sementara itu, pembahasan khusus tentang tafsir al-Qur’an tidak ditemukan dalam kitab-kitab sunan seperti karya Abu Dawud, al-Nasa’i, dan Ibnu Majah, maupun kitab Musnad Ahmad, dan Muwatta‘ Malik.

Di samping itu, masih pula didapati kenyataan bahwa dalam perkembangan penulisan kitab tafsir al-Qur’an, kemunculan kitab tafsir al-Qur’an ditandai dengan munculnya corak interpretasi dalam bentuk riwayat-riwayat hadis —dikenal dengan corak penafsiran bil ma’tsûr— yang tidak saja disandarkan kepada Nabi SAW, tetapi juga riwayat yang berasal dari Sahabat dan Tabi’in. Di sini, posisi hadis tidak bisa dipisahkan sepenuhnya dari keberadaan dan perkembangan tafsir. Oleh karena itu, nama “Tafsir Hadis” sebagai sebutan untuk program kajian yang utamanya memusatkan kajian ilmiah terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah yang merupakan sumber utama ajaran Islam digolongkan sebagai kajian pokok (usûl) dalam pemikiran keislaman. Untuk alasan inilah posisi program studi Tafsir Hadis pada fakultas Ushuluddin merupakan sebuah keniscayaan bukan saja lantaran kajian tentang tafsir dan hadis menjadi kajian terhadap sumber-sumber pokok ajaran Islam, tetapi kajian ini sudah semestinya pula merupakan kajian yang mandiri secara akademik. Meskipun begitu, tidak juga dipungkiri bila kajian Tafsir Hadis juga banyak diwarnai dengan kajian yang berdimensi fiqih, ketika makna yang didapatkan dari ayat-ayat al-Qur’an lebih bersinggungan dengan aspek hukum, sebagaimana kesan yang dapat diambil melalui pengertian tafsîr yang diberikan oleh Badruddîn Zarkâsyî sebagai “ilmu guna memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk penjelasan makna-maknanya, dan istikhraj hukum-hukum serta hikmah yang dikandungnya.”

Hal yang sama juga terjadi dalam kajian hadis, di mana penulisan kitab-kitab hadis, utamanya kitab-kitab sunan, mendasarkan pola penulisan dan penyusunan bab-bab dan pembahasannya berdasarkan bab-bab dalam pembahasan fiqh. Oleh karena itu, bukanlah sebuah kebetulan bila jurusan Tafsir Hadis pada awal kemunculannya justru ditemukan sebagai salah satu jurusan pada Fakultas Syari’ah. Namun demikian, ketika dewasa ini penempatan jurusan Tafsir Hadis diberikan kepada fakultas Ushuluddin penelitian dalam bidang Tafsir dan Hadis diharapkan dapat memberikan kontribusinya secara essensial dalam mengembangkan bukan saja kajian al-Qur’an dan hadis secara umum, tetapi juga kajian khusus tentang tafsir dan metode penafsiran al-Qur’an, dan kajian interdisipliner (non Tafsir Hadis) sebagai konsekuensi keterbukaan kajian al-Qur’an dan hadis terhadap paradigma-paradigma yang bersumber dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora, bahkan filsafat, yang sudah barang tentu sangat lekat dengan disiplin ilmu keushuluddinan.




Disarikan dari blognya Bapak Anwar Syarifuddin
Dosen Ululum al Qur'an UIN Jakarta

Jumat, 01 Januari 2010

Buatmu Ayahku...

Saat ini headphoneku sedang mengalun nasyid dari vokalis kecil, Umam namanya, suaranya yang indah nan merdu...dipondok kecil judulnya...
lagu ini membangunkan ingatanku saat awal mau mesantren..

selamt jalan ayah...
masih kuingat sembilan tahun yang silam...
dikala awal aku mau berangkat ke pesantren...
usiaku yang relatif masih belia saat itu..
selepas SLTP aku langsung bertolak ke Kediri Jatim...
saat itu engklau masih sakit..
kupeluk erat engkau..
kucium pipi kanan kirimu ayah...
ku berucap lirih..
Nyuwun Do'ane njih bah...
tes...tes..tes...
air mataku meleleh..membasahi kedua pipiku...
semangatku membara....
Ku ingin jadi orang yang alim supaya kelak bisa bermanfaat...
hari demi hari kulalui dipesantren...
setahun dua tahun dan terus selanjutnya kulalui disana....
2007 akhir saat itu...
disaat satu tahun lagi aku akan diwisuda para masayikh Lirboyo...
Telvon berdering....
Muslih...kelurga sudah kumpul...abah sakit..kamu pulang yach...
Bah...engkau telah banyak ajarkan arti pengabdian padaku..
untuk agama dan umat...yah untuk umat...
Bah...engkau ajarkan betapa pentingnya sholat dikehidupan setiap hari..
ych..sholat diwal waktu kau tanamkan itu...
Bah...engkau tanamkan rasa betpa hinanya orang yang berharap belas kasih makhluk..
Bah...I Love you so much..
this night....I miss yoy...
Selamat jalan abah...
Untukmu abahku.....Al fatihah...

Dalam blog ini