Selasa, 16 Februari 2010

KH. CHALWANI

Kyai Chalwani waktu nyantri di Lirboyo mondok di Kyai Marzuqi. Santri lirboyo sudah ada sekitar 2000-an, yang di madrasah jumlahnya enamratus lebih dan yang ngaji saja sekitar tujuhratus lebih, itu jumlah total baik yang di Induk maupun di HM. Di pondoknya Kyai Mahrus sekitar limaratusan dan didominasi oleh anak Cirebon dan Brebes.
Di mata KH. Chalwani, Kyai Marzuqi Dahlan merupakan figur pesantren yang sebenar – benarnya, yang benar - benar tampil dua puluh empat jam. Istilahnya Kyai Chalwani bisa disebut “ al ma’had al hakiki ”. Kyai Marzuqi juga sangat keras dalam aturan. Ketika ada kejadian yang melanggar syari’at atau ada santri yang nakal, beliau langsung mendatangi kamarnya sambil gedok – gedok atau ketok – ketok pakai tongkat sehingga santri – santri pada kabur semuanya. Berbeda dengan Kyai Abdul Karim yang ketika ada santri yang sa’karepe dewe (seenaknya sendiri) didiamkan saja. Karena Kyai Abdul karim orangnya sangat santai sekali. Pernah ada santri yang melanggar aturan, terus di ta’zir (digundul atau digrujud ) Kyai Marzuqi menunggui ta’ziran tersebut sambil ngendika kepada santri yang di ta’zir ” niku meripate sampean...niku disabuni, damel ningali gudang garam mawon....”.
Kyai Marzuqi paling tidak suka santrinya belajar semacam ilmu hikmah seperti kitab syamsul ma’arif dan Kyai mengajarkan kepada para santri agar selalu bersikap husnudzonan. Bahkan misalnya ketika ada sepasang lelaki dan perempuan dalam satu becak. Kita harus tetap berhusnudzon kalau itu adalah istrinya. Meskipun dalam kenyataannya itu bukan istrinya. Sehingga dengan itu kita tidak akan mendapat kesalahan dari Allah dan kesalahan hanya terletak kepada mereka sendiri.
Yang terkesan dari Kyai Marzuqi, ketika ada santri yang izin pulang, beliau biasanya mendo’akannya semoga bermanfaat sambil ngendiko “ kulo sak anak putu kulo, nyuwun di dungoaken nggeh”( saya dan anak cucu saya, mohon didoakan ya).
Kyai Marzuqi merupakan tipe kyai yang dakwah bil hal, sangat syar’i dan khumul. Beliau tidak pernah mau menampakkan kemampuan dan amaliyahnya. Sehingga sangat sulit untuk diungkapkan dan dijelaskan secara teoritis. Kyai Marzuqi juga jarang banyak bicara dan guyon. Masalah penampilan pun jarang beliau perhatikan. Bajunya seenaknya sendiri dan terkadang kancingnya juga tidak pas.
Selain itu, beliau juga tampak sangat lugu. Ketika ngaji beliau hanya membaca atau memaknai saja, jarang sekali beliau cerita – cerita dan itupun maknainya tidak bernada. Begitu juga saat beliau mengimami shalat, surat alfatihah dan surat - surat lainnya juga dibaca biasa saja mengalir apa adanya tanpa bernada lagu. Keluguan beliau juga tampak saat ada tentara yang datang ke kediaman beliau dengan pakain tentara yang lengkap dengan pangkatnya. Tiba – tiba Kyai Marzuqi menunjuk pangkat yang tertempel di baju tertara itu sambil berkata “ niku nopo niku...”. Malah yang terjadi tentara itu ketakutan.
Sepanjang yang diketahui Kyai Chalwani, ilmu tashawuf yang didalami oleh Kyai Marzuqi mengikuti kepada Al Ghozali. Karena Al Ghozali di bidang syar’i sangat keras walaupun akhirnya Al Ghozali berguru kepada muridnya yang kealimannya masih dibawahnya.
Kabar berita yang tersebar mengenai kehebatan Kyai Marzuqi, Kyai Chalwani mengungkapkan konon ketika ada santri lirboyo yang membunuh PKI, yang notabene anak PKI itu KKO. Lalu akhirnya Lirboyo diserbu beberapa truk sama KKO. Mereka bawa bedil dan KKOnya mau membunuh Kyai Marzuqi. Kemudian dituntunlah Kyai marzuki, begitu senapannya diarahkan ke Kyai Marzuki yang terjadi senapannya tidak berbunyi. Tetapi kalau ditembakkan ke arah lain, senapan itu berbunyi. Sampai – sampai Kyai Mahrus keluar dengan membawa pistol dan gus- gusnya pada sembunyi di dapur atas.
Untuk khotib jum’at di pondok Lirboyo, biasanya gantian antara Kyai Marzuqi dan Kyai Mahrus. Namun biasanya Kyai Mahrus yang sering mengisi.
Lain hanya dengan KH.Mahrus Ali, menurut Kyai Chalwani Kyai Mahrus termasuk imamah wathoniyah. Disamping sebagai tokoh pesantren, beliau orang yang nasionalis. Semua tokoh masyarakat sangat segan terhadap Kyai Mahrus, karena memang kharismanya yang sangat luar biasa. Kyai Mahrus namanya begitu menjelit ketika mobinya jatuh ke sungai Bengawan Solo di daerah Langitan - Tuban. Mobil tenggelam di sungai berkisar kurang lebih 6 jam-an lalu ketika diderek diangkat ke tepi jalan dan pintu mobil dibuka, Kyai Mahrus keluar dari mobil masih ngrokok seperti biasa. Didalam mobil itu, selain Kyai Mahrus juga ada Kyai Halimi Turmudzi dan H.Syukur yang sebagai sopirnya dan semuanya selamat. Setelah itu, Kyai Mahrus sangat terkenal, diliput di surat kabar dan majalah – majalah. Terkenal julukan” Kyai Water Power Anti Air”.
Kyai Chalwani pernah ngaji ke Kyai Mahrus kitab lathoif al isyarat. Dan yang membuat beliau heran terhadap Kyai Mahrus, saat Kyai Mahrus cerita tentang gurunya Kyai Dalhar Watu Congol, Kyai yang kalau ngaji tidak pernah dimaknai, hanya sekedar dibaca dan juga tanpa keterangan. Kyai Mahrus justru bilang “kalau ada kyai yang mengajarkan mantiq seperti Kyai Dalhar, saya mau ngaji lagi”. Jadi Kyai Mahrus merasa faham mantiqnya berasal dari ngaji ke Kyai Dalhar Watu Congol itu. Selain Kyai Dalhar, kyai yang terkenal ngaji tidak dimaknai dan diberi keterangan ada Kyai Kholil Bangkalan dan Kyai Abdul Karim. Tapi santrinya malah alim – alim. Makanya ketika Kyai Chalwani awal – awal menjadi kyai dirumah, tidak bisa menjawab soal yang di ajukan rombongan mahasiswa UII Jogjakarta yang datang ke rumah beliau menanyakan perihal Kyai Dalhar kalau ngaji memakai metode apa sehingga santrinya bisa alim – alim padahal kalau mengaji tidak memakai makna dan keterangan.
Kyai Mahrus selain figur yang kharismatik dan luar biasa, dalam masalah penampilan beliau juga selalu tampil elegan. Pakaian yang dikenakan juga tampak mewah. Ketika orang – orang jam tangannya cuma bermerk rado yang harganya 40 ribu-an, Kyai Mahrus jam tangannya sudah bermerk rolek yang harganya 3 juta-an.
Menurut pandangan Kyai Chalwani kalau Kyai Marzuqi dari sisi tashawuf cenderung ke Al Ghozali dan kalau Kyai Mahrus cenderung ke Syekh Asyadzili. Karena Syekh Asyadzili walaupun shufi tetapi beliau kalau mengimami shalat bajunya selalu ganti. Kalau mengimami shubuh sorbannya sendiri, sandalnya sendiri, dan pakainnya sendiri nanti kemudian waktu shalat dhuhur pakaiannya Syekh Asyadzili ganti lagi. Dan dari hizib – hizibnya Kyai Mahrus rata – rata juga memakai hizibnya Syekh Asyadzili.
Mengenai fatwa santri dilarang ngaji kitab ingkang dereng pangkatipun merupakan fatwa dari Kyai Marzuqi dan Kyai Mahrus. Kemudian larangan mengamalkan sholawat wahidiyah disepakati dan ditandatangani oleh tiga kyai yakni Kyai Mahrus Ali, Kyai Marzuqi Dahlan dan KH. Syafi’i Marzuqi yang merupakan rois syuriah NU cabang Kediri, hafidz qur’an, dekan Fakultas Syariah Tribakti dan mantan bupati Kediri serta salah satu pendiri Tribakti.
Waktu Kyai Chalwani mondok di Lirboyo, beliau di titipkan ke Kyai Mahrus. Sehingga Kyai Mahrus kalau ketemu Kyai Chalwani sering ngendika “ chalwani...lak ora iso ngganti ramamu, kali Brantas asat..”. Artinya sungai brantas yang begitu besar dan sangat bermanfaat bagi masyarakat kalau sampai tidak ada airnya maka kali Brantas juga tidak ada gunanya , berarti Kyai Chalwani tidak ada manfaatnya kalau tidak bisa menggantikan posisi orang tuanya. Dan Kyai Mahrus ngendika seperti itu berkali – kali. Walaupun dulunya mondoknya di Kyai Marzuqi tapi ketika berangkat dari rumah atau mau pulang ke rumah beliau pasti showan ke Kyai Mahrus. Waktu sudah di rumah beliau pernah lenggah membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Jaelani, kemudian Kyai Mahrus mendatangi dalam mimpi beliau dan mengingatkannya. Waktu Kyai Chalwani menikah Kyai Mahrus juga bisa menghadiri acara walimahnya.
Sepengetahuan Kyai Chalwani, Kyai Mahrus berpedoman “Assiyasah! wa man lam ya’rif assiyasah akalahu assiyasah”. Dan pesan Kyai Mahrus yang selalu terngiang sampai sekarang yang biasa beliau sampaikan setiap awal tahun lirboyo waktu acara ta’arruf di serambi masjid yaitu “Alaa inna likulli syai’in qimah # waqiimatul mar’i maa ya’lam bukan al ilmu tapi maa ya’lam, al ilmu inna maa hashluhu bitta’allum laa bil muthola’ah”. Jadi ilmu dihasilkan dengan merdi-merdi ngaji, berbeda dengan kata muthola’ah. Muthola’ah itu harus orang yang sudah benar-benar alim sekelas Kyai Mahrus. Kalau kita - kita ini harus mengaji dengan guru. Maka akan sangat fatal sekali apabila belajar ilmu hanya membaca dari buku tanpa guru. Alhasil al ilmu bitta’allum laa bil muthoola’ah.
Kemudian pesan Kyai Mahrus lagi “ laa budda min thoolibil ilmi min ayyakuuna lahu syaikhun fattah wa kutubun shhihah wa aqlun rojah”. Dan pesan Kyai Mahrus untuk para pemuda supaya semangat belajar yang biasa disarikan dari kitab ihya” wa maa utiya al aalima ilman illa ghossaat “ Seorang alim tidak akan dikaruniai ilmu kecuali selagi ia masih muda”. Maksudnya ilmu itu masuknya ketika masih muda, kalau sudah tua cuma pengembangan dan menerangkan saja tetapi ilmunya tidak bertambah.
Kyai Chalwani juga mendapat ijazah dari Kyai Mahrus ketika showan setelah beliau menjadi alumni yakni ijazah tawashul yang Kyai Mahrus peroleh dari gurunya yaitu Mbah Dalhar Watu Congol. Sebelumnya ditanya terlebih dahulu “ koe kabeh nek rampung tahlil ziarah maqom wali, maqom ulama, piye doa tawasule?ngene iki tawasule, ojo dicatet! “Yaa shoohiba haadzihil maqbaroh inni atawassalu bika ilaallahi ta’ala fii qodoo’i haajatii....” lalu sebutkan hajatmu. Kata Kyai Mahrus kalau kamu dimaqom wali sebutkan saja nama shohibul maqbarohnya, contohnya kalau kamu dimaqom Sunan Kalijogo sebutkan saja ” yaa shoohiba haadzihil maqbaroh Raden Syahid Sunan Kalijogo” .Maka ketika selesai ziarah dimanapun Kyai Chalwani tidak pernah lupa membaca itu.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Yaasayiidiiyarosuulalloh

Posting Komentar

Dalam blog ini